Tamin Sukardi Divonis 6 Tahun Penjara

Daftar Isi
Terdakwa kasus penyelewengan tanah
Tamin Sukardi tertunduk sembari memegang keningnya saat mengikuti
sidang di Pengadilan Negeri Medan, Senin (27/8). Majelis Hakim memvonis
Tamin Sukardi 10 tahun penjara, dan diwajibkan membayar uang pengganti
kerugian negara Rp132.468.197.742.
MEDAN, INDOMETRO.ID - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Medan akhirnya menjatuhkan vonis 6 tahun penjara kepada Tamin Sukardi, dalam perkara penyelewengan lahan milik PTPN II seluas 106 hektar di Desa Helvetia. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut Tamin Sukardi dihukum 10 tahun penjara.
Hukuman itu dibacakan Ketua majelis hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Medan, Senin (27/8). Namun, dalam menjatuhkan putusan itu, majelis hakim berbeda pendapat (dissenting opinion). Ketua majelis hakim Wahyu Prasetyo Wibowo dan hakim anggota I, Sontan Merauke Sinaga menyatakan, Tamin terbukti melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana sesuai dakwaan primair.
Sementara hakim anggota II, Merry Purba berpendapat, dakwaan tidak terbukti. Salahsatu alasannya, objek yang dijual Tamin bukan lagi milik negara karena sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dua hakim lain berpandangan aset itu masih milik negara karena belum dihapusbukukan.
BACA JUGA :

Majelis memutuskan dengan suara terbanyak dan Tamin dinyatakan terbukti bersalah. “Menyatakan terdakwa Tamin Sukardi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sesuai dakwaan primair. Dua, menjatuhkan hukuman kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun,” kata Wahyu.
Selain hukuman penjara, Tamin Sukardi juga didenda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara Rp132.468.197.742. Jika uang pengganti tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita dan dilelang. Seandainya hasil lelang tidak mencukupi untuk membayar kerugian negara, maka dia harus menjalani pidana penjara selama 2 tahun.
Meski Tamin dinyatakan bersalah, hak penguasaan lahan yang dijual Tamin tidak disita negara. Tanah seluas 20 hektare dan 32 hektare di Pasar IV Helvetia, Labuhan Deli, Deliserdang (bagian dari 126 hektare yang awalnya dikuasai PT Erni Putra Terari) hak penguasaannya diserahkan pada PT Erni Putra Terari. Perusahaan ini yang digunakan Tamin untuk menjual 106 hektare lahan ke PT Agung Cemara Reality.
Sementara hak penguasaan 74 hektare di Pasar IV Desa Helvetia, yang juga bagian dari 126 hektare yang awalnya dikuasai PT Erni Putra Terari kemudian dialihkan ke PT Agung Cemara Reality tetap dalam penguasaan PT Agung Cemara Realty sebesar Rp236.250.000.000.
“Dengan kewajiban hukum untuk membayar kekurangan pembayaran dan melunasinya kepada terdakwa Tamin Sukardi bertindak sebagai kuasa Direktur PT Erni Putra Terari untuk selanjutnya disetor ke kas negara sebagai bagian dari uang pengganti kerugian negara,” ucap Wahyu.
Putusan majelis hakim lebih rendah dibandingkan dengan tuntutan jaksa. Sebelumnya, JPU Salman meminta agar Tamin dihukum 10 tahun penjara dan  membayar uang pengganti kerugian negara Rp132.468.197.742 miliar, sedangkan lahan 74 hektare di Pasar IV Desa Helvetia, dituntut untuk dirampas oleh negara.
Menyikapi putusan majelis hakim, pihak Tamin Sukardi menyatakan akan menempuh upaya banding. Sementara JPU Salman menyatakan masih pikir-pikir.
Majelis hakim juga menetapkan Tamin ditahan di Rumah Tahanan Negara. Usai sidang, jaksa langsung membawa Tamin dari gedung pengadilan.
Perkara ini bermula pada 2002, ketika terdakwa Tamin Sukardi mengetahui dari koran bahwa 106 hektare lahan yang dipakai PTPN 2 (Persero) di Kebun Helvetia tidak diperpanjang hak guna usaha (HGU)-nya. Dia pun berniat menguasai lahan yang berada di Pasar IV Desa Helvetia, Labuhan Deli, Deli Serdang itu berbekal 65 lembar Surat Keterangan Tentang Pembagian dan Penerimaan Tanah Sawah/Ladang (SKTPPSL).
Upaya itu dilakukan dengan Tasman Aminoto dan Misran Sasmita, mantan Karyawan PTPN 2, dan Sudarsono. Mereka membayar dan mengoordinasi sejumlah warga agar mengaku sebagai pewaris hak garap di lokasi tanah dengan dikuatkan dengan bukti 65 lembar SKTPPSL yang seolah-olah diterbitkan tahun 1954. Dengan menyerahkan KTP, warga dijanjikan akan mendapatkan tanah masing-masing seluas 2 hektare.
Padahal, nama yang tertera dalam 65 lembar SKPPTSL bukanlah nama orang tua dari warga-warga itu. Mereka juga sama sekali tidak pernah memiliki tanah di lokasi itu.
Selanjutnya, warga juga dikoordinasi untuk datang ke notaris. Di sana mereka menandatangani bundel dokumen berkaitan dengan tanah itu.
Pada 2006, warga diakomodasi agar memberikan kuasa kepada Tasman Aminoto (Alm) untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) di Deliserdang.
Setiap selesai persidangan, kata jaksa, warga juga singgah ke rumah Tamin di Jalan Thamrin Medan. Mereka diberi uang Rp100.000 hingga Rp500.000 melalui Tasman Aminoto ataupun anaknya Endang.
Gugatan warga akhirnya dikabulkan pengadilan dan dikuatkan sampai Peninjauan Kembali (PK). Setelah putusan pengadilan tingkat pertama, pada 2007 Tasman Aminoto melepaskan hak atas tanah itu kepada Tamin Sukardi yang menggunakan PT Erni Putera Terari (Direktur Mustika Akbar) dengan ganti rugi  Rp7.000.000.000. Akta di bawah tangan kemudian didaftarkan ke Notaris Ika Asnika (waarmerking).
Kemudian, atas dasar akta di bawah tangan dan putusan tingkat pertama itu, pada 2011, PT Erni Putera Terari tanpa mengurus peralihan hak atas tanah itu dan tanpa melalui ketentuan UU Agraria, menjual 74 hektare dari 106 hektare lahan yang dikuasainya kepada Mujianto selaku Direktur PT Agung Cemara Reality sebesar Rp 236.250.000.000. Namun, Mujianto baru membayar sekitar Rp.132.468.197.742 kepada Tamin Sukardi. Sisanya akan dibayarkan setelah sertifikat tanah terbit.
PT Erni Putera Terari adalah milik anak-anak Tamin Sukardi. Namun Tamin yang menentukan traksaksi itu dan menerima pembayaran. Dia menjadi kuasa Mustika Akbar, Direktur Utama perusahaan itu.
Dalam persidangan, Mustika Akbar maupun Tamin tidak dapat membuktikan bahwa pembayaran berupa uang dan mobil yang telah diterima Tamin dari Mujianto, masuk dalam pembukuan perusahaan. Mobil Land Cruiser yang menjadi bagian pembayaran itu juga belum masuk menjadi aset perusahaan.
Masalahnya, status tanah yang menjadi objek jual beli antara PT Erni Putera Terari dengan PT Agung Cemara Reality masih tercatat sebagai tanah negara. Belum ada rekomendasi melepas hak negara dari Menteri BUMN yang membawahi PTPN2 atas aset itu.(sp)

Posting Komentar



banner image