Protes Penangkapan Kapal, Nelayan Tradisional ‘Kepung’ Kantor Gubsu
redaksi
Daftar Isi
Gubsu Edy Rahmayadi terlihat dikerubuti pengunjukrasa yang meminta berswafoto dengannya usai menanggapi aspirasi para nelayan tradisional |
MEDAN,INDOMETRO.ID - Kantor Gubernur Sumatera Utara di Jl Diponegoro, Medan dikepung ribuan nelayan tradisional, Kamis (13/9). Mengatasnamakan dirinya Himpunan Nelayan Kecil Modern Sumatera Utara, massa ini memprotes terhadap penangkapan kapal kecil.
Protes itu mereka lancarkan, menyusul sikap aparat yang menangkap kapal bermuatan 5 Gross Ton yang dianggap nelayan masih dalam kategori kapal kecil.
Selain itu, massa juga menggugat Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan nomor 71 tahun 2016 dicabut. Dalam Permen itu berisi tentang larangan penggunaan alat tangkap ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik.
“Saat ini banyak nelayan yang menganggur, dan kami tidak lagi bisa memenuhi kebutuhan hidup,” ungkap Adi, koordinator aksi.
BACA JUGA:
Padahal, nelayan yang berasal dari Deliserdang, Serdangbedagai, Batubara Tanjungbalai dan Sibolga itu, selama ini menggantungkan hidup dari laut.
Karena itu, terjadinya penangkapan itu, memicu ketakutan para nelayan. Tak sedikit nelayan yang menganggur karena tidak bisa melaut.
“Anak istri menjerit tidak bisa bayar uang sekolah dan makan karena tidak ada uang. Beberapa kawan kami ditembak dan ditangkap,” ujarnya.
Mereka juga menuntut soal penangkapan yang dilakukan polisi terhadap rekan mereka di Perairan Rokan Hilir. Ada tiga yang ditembak dalam peristiwa itu. Satu diantaranya meninggal. Rata-rata nelayan adalah warga Kota Tanjungbalai.
“Kawan kami diberondong dan tiga korban berserakan ditengah laut. Kami diberondong seperti teroris. Padahal kami bukan penjahat, tapi kami saat ini terpenjara dengan Permen 71 yang seperti tidak berprikemanusiaan,” tegasnya.
Mereka juga mendesak Gubernur Sumut Edy Rahmayadi bisa mencabut Permen itu. Karena mereka juga butuh kehidupan.
“Kami melaut hanya untuk cari makan bukan untuk kaya bisa beli mobil,” teriaknya.
Setelah beberapa saat menyampaikan aspirasinya lewat orasi, Edy beserta wakilnya Musa Rajekshah turun dari gedung megah itu. Edy langsung naik ke atas mobil komando dan berbicara kepada massa.
“Beda pendapat itu wajar tapi nanti kita lihat aturan hukumnya. Ada satu pihak yang tidak menghendaki adanya Cantrang. Karena mencari ikan di laut memang sudah ada aturannya 2 mil 4 mil, nanti kita lihat kita pelajari,” cetus Edy.
Menanggapi masalah nelayan itu, mantan Pangdam I/BB itu turut mengingatkan, jangan sampai para nelayan memaksakan kehendak.
“Nanti yang ini diizinkan yang lain ribut. Nanti kita pelajari dan segera kita putuskan, siapa yang melanggar keputusan itu berarti melanggar hukum,” tandasnya.
Sejauh ini diketahui, soal Permen No 71 tahun 2016, terjadi pro kontra di kalangan nelayan. Ada yang menolak dan ada yang mendukung. Masing-masing kelompok punya alasan yang bertolakbelakang.
“Sebenarnya kalau tidak ada yang mengadu domba, maka tidak akan bentrok para nelayan. Tapi sepertinya sudah begitu namanya mencari makan. Makanya saya perlu ketemu sama bos-bosnya ini,” pungkasnya.
Usai menanggapi pengunjukrasa, begitu turun, Edy dan Ijeck (sapaan akrab Musa Rajekshah) langsung disalami pendemo. Bahkan keduanya diajak berswafoto oleh massa yang juga diikuti kaum ibu.(ol)
Posting Komentar