Wahyuni Menjemput Asa…

Daftar Isi
Wahyuni penderita penyakit pembengkakan pembuluh darah yang kini terbujur lemah di rumanya karena ketiadaan biaya orangtuanya untuk berobat ke rumahsakit di Medan
TAPTENG,INDOMETRO.ID-  “Saat lahir kondisinya normal, dia nampak sehat sebagaimana kebanyakan bayi lainnya,” ujar Frenki sang ayah dengan berurai air mata.
Sekelumit cerita itu terlontar ketika Frenki Aritonang mengisahkan nasib Wahyuni Aritonang, buah hatinya yang terlahir ke dunia pada 6 Juli 2018 lalu, setelah diklaim menderita pembengkakan pembuluh darah.
Saat disambangi dikediamannya di Dusun III Desa Mombang Boru, Kec Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Minggu (2/9/2018), suami dari Dewi Sartika Hutauruk (34) itu menuturkan, Wahyuni merupakan anak bungsunya dari empat bersaudara.
Tapi bagai disambar petir di siang bolong, pria 34 tahun itu mengaku sangat terpukul begitu bayi perempuannya itu didiagnosa mengalami pembengkakan pembuluh darah begitu memasuki usia dua minggu.
Dari hari ke hari, dampak dari penyakit yang menyerangnya itu semakin membuat Wahyuni tak tenang. Ia terus terlihat menangis menahan sakit yang mendera. Apalagi kini di saat memasuki usia 2 bulan, efek penyakit itu mulai terlihat jelas.
Kulit kepala bagian belakang dan leher bagian belakang bayi malang itu tampak melepuh serta mengeluarkan air dan nanah. Untuk membantunya, cara tradisional terpaksa ditempuh, dengan membentangkan beberapa helai daun pisang secara rutin di bawah kepala Wahyuni. Dan ini mulai dilakukan sejak usianya memasuki dua minggu.
Dengan nafas berat dan tetesan air mata di pipi yang mulai mengering, Frenki Aritonang menjelaskan, penyakit itu mulai menyerang putrinya sejak berusia dua pekan, ketika bayi yang dilahirkan secara normal itu tiba-tiba mengalami demam tinggi, lalu disusul dengan pembengkakan kepala dan leher bagian belakang.
Kedua orangtuanya panik. Bayi mungil itu langsung dibawa berobat ke Puskesmas Sibabangun, hingga akhirnya terpaksa dirujuk ke RSUD Pandan untuk menjalani perawatan. Hati Frenki dan Dewi hancur ketika membaca selembar rekam medik dari dokter.
Sepekan menjalani perawatan di RSUD Pandan, pembengkakan kepala dan leher bagian belakang Wahyuni memang mulai menyusut. Tapi anehnya, secara perlahan kulit leher bagian belakang justru melepuh dan terus menjalar hingga kulit kepala bagian belakang. Pihak RSUD Pandan malah mengisyaratkan menyerah. Mereka lantas menyarankan untuk berobat ke salahsatu rumahsakit di Medan.
Tapi itu bukan urusan mudah. Semuanya terkendala perekonomian keluarga. Apalagi selama ini kehidupan mereka hanya ditopang dari pekerjaan Frenki sebagai buruh harian lepas. “Jangankan ke Medan, untuk mendapatkan perawatan medis di Rumahsakit Pandan saja kami hanya bermodalkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM)” ucapnya seraya mengatakan dengan terpaksa mereka pun harus membawa anaknya kembali ke rumah.

BACA JUGA:

Kondisi Wahyuni yang terus memburuk, membuat keluarga ini semakin terpuruk dalam keputusasaan. KIS maupun BPJS yang menjadi program pemerintah dalam menjamin kesehatan masyarakat, juga tak dikantongi mereka. Frenki merasa tak ada lagi jalan keluar kecuali pasrah.
“Jangankan untuk biaya berobat, untuk makan sehari saja sering keteteran dan kadangkala harus meminjam dulu ke sejumlah tetangga agar bisa makan” ucanya lirih.
Tak ada jalan lain, uluran tangan dermawan atau bantuan pemerintah kini menjadi satu-satunya harapan. Ketika Wahyuni bertaruh nyawa, Frenki mengaku masih memiliki asa, anaknya itu bisa segera sembuh dan sehat seperti semula.
“Semoga pemerintah ataupun para dermawan berkenan membantu biaya pengobatan putri saya ini,” harapnya.(ol)

Posting Komentar



banner image