Rumah Sakit di NTT Kehabisan Obat Jatah Pasien BPJS Kesehatan
Daftar Isi
Rumah Sakit Umum Dr Ben Mboi Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) |
Kekosongan stok terjadi pada lebih dari 50 jenis obat-obatan diantaranya HCL, obat bius, obat sesak, obat tensi, reagen pemeriksaan, beberapa jenis obat darurat serta alat suntik spuit.
Direktur RSUD Dr Ben Mboi Ruteng, dr. Elisabeth Frida Adur mengakui untuk beberapa jenis obat golongan epinefrin serta furosemid ampul menjadi sangat langka, tidak hanya terjadi di Manggarai namun hampir di seluruh wilayah NTT."Itu sampai saya pikul HCL dari Denpasar. Ada juga staf kita yang terpaksa belanja obat kalau pas lagi dinas perjalanan dinas ke Jakarta," kata dr. Frida kepada VIVA, Sabtu 23 Maret 2019.
Krisis obat-obatan yang terjadi pada rumah sakit rujukan tipe B ini membuat susah pasien BPJS Kesehatan. Mereka terpaksa membeli sendiri resep obat di apotik swasta dengan harga lebih mahal.
BACA JUGA:
"Yang seharusnya tidak perlu beli obat, terpaksa keluarga pasien kasih keluar uang lagi, kasihan juga," ujarnya.
Sejak krisis obat terjadi, petugas medis kerap menerima caci maki keluarga pasien yang murka. dr. Frida bahkan mengatakan terpaksa memakai uang pribadinya membantu keluarga pasien tidak mampu. "Dalam sehari ada saja yang marah-marah (pasien) terpaksa saya bantu mereka beli obat," ungkapnya.
Sementara untuk mengamankan stok obat-obat darurat, kata dia, hal itu masih bisa diantisipasi menggunakan dana darurat rumah sakit Rp400 juta per tahun.
"Kita telah mendata kebutuhan darurat kita. Ada 47 jenis obat yang terpaksa dibeli di Ruteng. Kita sedang mengkaji perjanjian kerja samanya dengan mitra lokal," terangnya.
Satu Distributor
Menurut Frida, krisis obat-obatan dan alkes bagi pasien BPJS Kesehatan ini terjadi karena imbas dari kebijakan Kemenkes yang menunjuk hanya satu mitra sebagai distributor obat dan alkes bagi pasien BPJS di seluruh Indonesia.
Akibatnya, lanjut dia, rantai penyaluran obat ke daerah-daerah, termasuk untuk kebutuhan RSUD Dr Ben Mboi Ruteng menjadi terganggu.
"Itu kalau tak salah sejak tahun 2016 sering terjadi begini persisnya, sejak dari ASKES ke BPJS. Dulunya jika obat yang kita pesan habis, maka Kemenkes bisa minta bantuan ke distributor lainnya. Dulu ada tiga distributor, namun sejak ada BPJS ini hanya satu distributor makanya selalu terjadi krisis obat-obatan," ujarnya.
Dokter Frida mengatakan, untuk pembelian pertama obat-obatan di tahun 2019 baru diproses karena rilis e-Katalog hasil penyesuaian baru dikirim, sehingga petugas rumah sakit RSUD Dr Ben Mboi baru melakukan input untuk semua item. "Agak terlambat karena harga baru dikirim dari pusat," bebernya.
Selain harga obat-obatan yang terlambat di-publish, pesanan meski melalui e-Katalog juga kerap tak lengkap sehingga pihak rumah sakit terpaksa mencari sendiri obat-obat yang tidak tersedia pada distributor.
"Kita jadinya selalu mengalami kesulitan pembiayaan, karena ada pengeluaran ekstra sebagai efek dari mahalnya biaya beli obat di mitra lokal," kata Frida sembari menjelaskan bahwa biaya yang disediakan untuk pelayanan kesehatan pasien BPJS oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai sebesar Rp10 miliar per tahun.
Selain masalah distribusi, cepat habisnya obat-obatan untuk pasien BPJS di rumah sakit Dr Ben Mboi Ruteng juga diakibatkan karena permintaan obat dari puskesmas yang tinggi.
"Padahal dia (Puskesmas) punya perencanaan sendiri, yang semestinya punya stok yang cukup sehingga tidak perlu minta lagi ke rumah sakit," katanya(vv)
Posting Komentar