DPR Dimintai Kejelasan Defenisi Kekerasan Seksual di RUU TPKS
Jakarta, Indometro.id --
Jaringan Kerja Prolegnas Pro Perempuan (JKP3) meminta Badan Legislasi (Baleg) DPR menyempurnakan definisi kekerasan seksual yang ada dalam Pasal 1 Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Tim Eksekutif JKP3 Lucia Wenehen menjelaskan Pasal 1 RUU TPKS versi Baleg masih memiliki banyak kekurangan yang dapat menghambat proses hukum dalam kasus kekerasan seksual. Berdasarkan definisinya saja, proses pelaporan kekerasan seksual bakal mengalami hambatan karena rumitnya pembuktian kasus."Rumusan kekerasan seksual dalam pasal 1 RUU TPKS masih menggunakan unsur kalimat 'secara paksa' yang akan membatasi pembuktikan kekerasan seksual hanya pada bukti fisik, sehingga unsur ini harus dihapus," kata Lucia dalam keterangan tertulis, Kamis (7/10).Selain itu, definisi kekerasan seksual dalam pasal pertama tersebut belum memasukkan unsur kekerasan sebagai tindak pidana. Padahal dalam draft sebelumnya yang telah dibahas bersama oleh Komnas Perempuan dan berbagai elemen masyarakat sipil sudah dibahas lebih rinci mengenai unsur kekerasan dan penyalahgunaan kekuasaan yang memungkinkan untuk menjerat pelaku.
JKP3 meminta Baleg menambahkan definisi kekerasan seksual seperti berikut:'Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh, keinginan seksual, dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai dengan ancaman, penggunaan kekerasan, tipu muslihat, atau bujuk rayu, penyalahgunaan kekuasaan dan/atau memanfaatkan posisi rentan, yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang dapat mengakibatkan penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual dan kerugian ekonomis'.Sementara pada RUU TPKS versi Baleg, definisi kekerasan seksual sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 sebagai berikut:'Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan yang bersifat fisik dan/atau nonfisik, mengarah kepada tubuh dan/atau fungsi alat reproduksi yang disukai atau tidak disukai secara paksa dengan ancaman, tipu muslihat, atau bujuk rayu yang mempunyai atau tidak mempunyai tujuan tertentu untuk mendapatkan keuntungan yang berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, dan kerugian secara ekonomis'.Definisi Baleg Sulit Membuktikan Kekerasan Seksual
Menurut Lucia, Jika merujuk pada pasal 1 RUU TPKS versi Baleg, definisi kekerasan seksual bakal sulit dibuktikan karena memerlukan bukti fisik. Sehingga menurutnya, rumusan definisi kekerasan seksual pada RUU TPKS sebaiknya merupakan delik formil, bukan delik materiil agar tak menghambat proses hukum dalam kasus kekerasan seksual."Korban kekerasan seksual seringkali terhambat dalam proses hukum ketika rumusan deliknya menyebutkan harus ada akibat dari perbuatan tindak pidana (delik materiil) yang sulit pembuktiannya," ujar Lucia."Oleh karena itu, rumusan definisi kekerasan seksual sebaiknya merupakan rumusan delik formil yang tidak diperlukan pembuktian keberadaan akibat dari perbuatan, namun cukup pada rumusan adanya perbuatan yang telah dilakukan," imbuhnya.Sebelumnya DPR mengubah nama RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menjadi RUU TPKS dalam draf terbaru usulan Baleg. Selain perubahan nama, sebanyak 85 pasal hilang termasuk pasal yang mengatur 9 bentuk kekerasan seksual.Bukan hanya itu, dengan dalih untuk menyempurnakan draf RUU TPKS, Baleg pun berencana untuk studi banding ke negara-negara Amerika Latin yakni Ekuador dan Brazil.Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus menjelaskan soal urgensi kunjungan kerja Baleg ke dua negara Amerika Latin itu karena di sana pula marak kasus kekerasan seksual, dan ada lembaga yang sudah dilahirkan untuk mengaturnya. Lodewijk mengklaim studi banding itu tak bisa dilaksanakan hanya lewat konferensi video aplikasi seperti Zoom atau secara virtual. Menurutnya, Baleg ingin melihat secara langsung kondisi di lapangan."Kalau dengan zoom kita cenderung ketemu dengan orang-orang yang sudah disiapkan, tetapi kalau on the spot kita bisa bebas mendatangi titik-titik yang kita harapkan, kita tidak terikat dengan apa yang disiapkan oleh protokol," ujar Lodewijk.
Berita ini dilansir dari CNNIndonesia.
Posting Komentar