Kejagung Harap Kejaksaan Menjadi Role Model Kementerian/Lembaga Wujudkan Good Government
Daftar Isi
Jakarta, indometro.id - Wakil Jaksa Agung RI Setia Untung Arimuladi, SH. M.Hum mengharapkan bahwa Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum harus mampu menjadi lembaga yang transparan, kredibel, dan akuntabel. Untuk menjadikan Kejaksaan sebagai role model bagi Kementerian/Lembaga lainnya dalam mewujudkan prinsip good government. Hal itu disampaikan dalam Rapat Kerja Teknis Bidang Pengawasan Kejaksaan tahun 2021.
Setia Untung Arimuladi, SH. M.Hum memberikan pengarahan pada Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Pengawasan Kejaksaan RI Tahun 2021 secara virtual dari ruang kerja Wakil Jaksa Agung RI di Gedung Menara Kartika Adhyaksa Kebayoran Baru Jakarta Selatan, pada Selasa, 5 Oktober 2021.
Mengawali arahannya, Wakil Jaksa Agung RI menyampaikan meskipun Rakernis kali ini dilakukan secara virtual, mengingat situasi dan kondisi yang belum memungkinkan para korps Adhyaksa untuk hadir bersama-sama secara fisik.
Namun tidak mengurungkan semangat bersama untuk tetap memberikan kontribusi melalui gagasan pemikiran yang konstruktif, kreatif, dan inovatif bagi kemajuan institusi Kejaksaan RI, khususnya bagi keberhasilan jalannya pelaksanaan tugas di bidang Pengawasan.
Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Pengawasan tahun 2021 ini mengangkat tema “Kerja keras untuk Kejaksaan Hebat”.
Tema yang sangat relevan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini. Maka dari itu, ia mengajak seluruh insan Adhyaksa untuk tetap semangat berkarya dan bekerja secara paripurna dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Kondisi pandemi jangan dijadikan sebagai hambatan melainkan dijadikan sebagai pemantik semangat dan tantangan untuk terus berinovasi demi bangsa dan institusi Adhyaksa tercinta.
"Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum harus mampu menjadi lembaga yang transparan, kredibel, dan akuntabel. Hal demikian, menjadikan Kejaksaan sebagai role model bagi Kementerian/Lembaga lainnya dalam mewujudkan prinsip good government dan good governance," kata Setia Untung Arimuladi melalui keterangan pers kepada wartawan yang diterima oleh indometro.id, Rabu (6/10/2021).
Untuk mewujudkan hal tersebut, menurut Setia Untung Arimuladi, Kejaksaan harus berkomitmen untuk mewujudkan akuntabilitas institusi Kejaksaan RI dan integritas Aparatur Kejaksaan Republik Indonesia dengan meningkatkan pengawasan internal Kejaksaan melalui Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Kejaksaan RI.
"Kegiatan pengawasan fungsional adalah untuk menjamin kualitas kinerja (quality assurance) yang dilaksanakan oleh Bidang Pengawasan," ujarnya.
Menurut Setia Untung Arimuladi menyebutkan bahwa pengawasan berfokus terhadap hal berikut:
1. Terciptanya pengelolaan keuangan negara yang transparan dan akuntabel sebagai perwujudan prinsip akuntabilitas keuangan.
2. Tercapainya pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah secara efektif, efisien, tertib dan taat kepada peraturan sebagai perwujudan prinsip akuntabilitas kinerja.
"Dengan pelaksanaan quality assurance tersebut, diharapkan di institusi Kejaksaan tidak terjadi penyimpangan dalam penggunaan keuangan negara, dan kinerja yang ditargetkan dalam dokumen perencanaan dari tingkat Rencana Strategis hingga Perjanjian Kinerja dapat tercapai optimal," sebutnya.
Disamping itu, dia mengharapkan pula Kejaksaan lebih siap terhadap pengawasan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan RI yang dilaksanakan terhadap laporan keuangan, sistem pengendalian intern dan kepatuhan, serta laporan kinerja.
"Berkaitan dengan hal itu saya mengapresiasi Kinerja seluruh bidang korps adhyaksa serta bidang Pengawasan pada khususnya sehingga akhirnya Kejaksaan menerima Predikat Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK tahun 2020, hal ini merupakan yang ke-5 (lima) kali secara berturut-turut dalam 5 (lima) tahun terakhir," harap Wakil Jaksa Agung RI.
Lebih lanjut Wakil Jaksa Agung menerangkan, dalam pengawasan internal Bidang Pengawasan berfungsi untuk memberikan jaminan kualitas (quality assurance). Hal itu, termasuk dalam pelaksanaan program Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI yang meliputi pelaksanaan program mikro penguatan sistem pengawasan berdasarkan road map Reformasi Birokrasi Kejaksaan RI Tahun 2020-2024, dan peningkatan kepatuhan penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Selain itu dalam memberikan jaminan kualitas Kejaksaan dituntut mengikuti perkembangan zaman terutama di era digitalisasi yang semakin pesat. Digitalisasi Kejaksaan memiliki makna seluruh tata kelola perkantoran, mulai dari persuratan dan administrasi perkara serta pelayanan publik di Kejaksaan berbasis teknologi informasi atau elektronik.
Penerapan teknologi informasi dan komunikasi berbasis digital bertujuan meningkatkan transparansi dan kualitas pelayanan publik secara efektif dan efisien.
Bidang Pengawasan saat ini memiliki Program unggulan Tahun 2021 yaitu Integrasi Aplikasi E-Sadap Bidang Pengawasan dengan Database bidang Pembinaan, dengan mengintegrasikan antara sistem aplikasi E-Sadap bidang Pengawasan dengan Database Kepegawaian terkait Surat Keterangan Kepegawaian (CK).
"Semoga Program unggulan Bidang Pengawasan Tahun 2021 dapat segera terwujud dan berdaya guna secara optimal bagi seluruh pegawai Kejaksaan. Dengan adanya aplikasi yang terintegrasi ini akan semakin memudahkan dalam penerbitan Surat Keterangan Kepegawaian (CK) dan mewujudkan “PENGAWASAN BERSAHABAT” (Bersih, Bijaksana, Sederhana, Bermartabat)," terangnya.
Setia Untung Arimuladi menuturkan bahwa Reformasi Birokrasi yang kini digaungkan menjadi langkah awal mendukung program pemerintah untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan organisasi Kejaksaan RI yang baik, efektif dan efisien.
"Tujuannya, dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan professional dalam mewujudkan good governance dan clean government menuju aparatur Kejaksaan yang bersih dan bebas dari KKN, meningkatnya pelayanan prima serta meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja," tuturnya.
Melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani di lingkungan Instansi Pemerintah.
Hal itu meliputi 6 area perubahan yakni:
1. Manajemen perubahan.
2. Penataan Tatalaksana.
3. Penataan Manajemen SDM.
4. Penguatan Akuntabilitas Kinerja.
5. Penguatan Pengawasan.
6. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
Menurut Wakil Jaksa Agung, Program Reformasi Birokrasi Kejaksaan telah berlangsung lebih dari satu dekade, salah satunya bertujuan untuk memperkuat sistem pengawasan di lingkungan Kejaksaan.
"Dalam Road Map Reformasi Birokrasi Kejaksaan R.I. Tahun 2020-2024 salah satu area dari 8 Area Perubahan yang harus dibangun oleh Kejaksaan adalah Penguatan Sistem Pengawasan," tuturnya.
Setia Untung Arimuladi lebih lanjut memaparkan, implementasi yang dilakukan melalui beberapa kegiatan diantaranya, pengendalian gratifikasi, penanganan benturan kepentingan, penerapan Whistleblowing System (WBS), dan peningkatan penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP).
Penguatan sistem pengawasan tersebut juga dilaksanakan oleh satuan kerja yang membangun Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi, dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBK/WBBM) sebagai miniatur reformasi birokrasi di tingkat satuan kerja.
Bidang Pengawasan selaku Tim Penilai Internal dalam melakukan penilaian terhadap pengusulan satuan kerja berpredikat WBK dan WBBM ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Mampu mendorong satuan kerja untuk mewujudkan dan mempertahankan predikat tersebut.
"Banyak manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat adanya program WBK dan WBBM sebab semakin banyak satuan kerja yang berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat," paparnya.
Wakil Jaksa Agung RI menyampaikan dahulu tugas Aparatur Pengawasan, berperan sebagai ‘watchdog’ yaitu hanya berfokus mencari-cari kesalahan. Namun kini paradigma tersebut telah bergeser dari watchdog menjadi Consultan dan Catalyst.
Sebagai watchdog, Aparatur Pengawasan berperan sebagai pengawas semua kebijakan yang akan dilaksanakan oleh organisasi. Kuncinya sebagai pengawas apabila terjadi penyimpangan, kesalahan dan keterlambatan jangka pendek yang perlu dikoreksi, inspeksi, perhitungan, pengecekan, observasi serta memberikan saran atau rekomendasi.
Sebagai Consultant, Aparatur Pengawasan berperan melayani klien dengan baik dan mendukung kepentingan klien dengan tetap mempertahankan loyalitasnya.
Sebagai Catalyst, Aparatur Pengawasan bertindak sebagai fasilitator yang terlibat aktif dalam melakukan penilaian risiko yang terdapat dalam proses bisnis organisasi.
Merespon dinamika perkembangan jaman, Kejaksaan RI secara organisatoris pun telah melakukan langkah-langkah pembenahan yaitu melalui Rapat Kerja Kejaksaan Tahun 2018 yang merekomendasikan perlunya mengubah paradigma bidang pengawasan dari Watchdog menjadi Consultant dan Catalyst.
"Yang selanjutnya diterbitkan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pengawasan Nomor B-69/H/Hjw/06/2019 perihal Perubahan Paradigma Bidang Pengawasan dari Watchdog menjadi Consultant dan Catalyst," ujarnya.
Hal itu yang pada pokoknya memberikan arahan umum terkait:
1. Pemeriksaan Ketaatan Satuan Kerja Terhadap Peraturan yang Berlaku.
2. Pemeriksaan Akuntabilitas Keuangan.
3. Pendampingan dalam Perencanaan Program dan Anggaran.
4. Pendampingan dalam Penyusunan Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan.
5. Pemberian Konsultasi Terhadap Pelaksanaan Tugas Bidang Lain.
6. Pembangunan Lingkungan Yang Bersih dan Bebas.
Setia Untung Arimuladi menegaskan bahwa perubahan paradigma di Bidang Pengawasan harus dilaksanakan secara optimal dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsinya, tidak hanya menjadi semboyan tanpa disertai adanya tindakan nyata. Fokus hanya mencari kesalahan sudah kurang relevan seiring dengan kebutuhan organisasi.
Berbicara mengenai manajemen resiko, tidak ada salahnya kita perlu belajar dari negara bagian Quensland, Australia dalam menyusun kerangka kerja terkait manajemen resiko. Elemen yang digunakan antara lain:
Elemen pertama kewenangan menjadi dasar penentuan penerapan manajemen risiko untuk seluruh organisasi, baik unit yang menjadi koordinatornya, kewajiban menerapkan untuk berbagai tingkat organisasi, standar yang menjadi acuan, maupun keselarasan untuk seluruh organisasi pemerintahan.
Elemen kedua, risk governance dan akuntabilitas memberikan panduan bagaimana mekanisme dan struktur pengelolaan risiko harus dilakukan. Kejelasan struktur dan tanggung jawab setiap pimpinan pada tiap level beserta kewenangannya dalam menangani risiko, harus diuraikan dengan tegas.
"Bagian ini harus cukup rinci dalam menjelaskan akuntabilitas, tanggung jawab dan kewenangan masing-masing pejabat, sehingga tidak terjadi kerancuan ataupun tumpang tindih," tegasnya.
Elemen ketiga, hierarki risiko (risk hierarchy) ditentukan oleh sistem perencanaan kegiatan organisasi yang terintegrasi, dimana rencana tersebut akan dijabarkan secara berjenjang ke unit-unit kerja di bawahnya.
Misalnya Rencana Jangka Panjang Kementerian dan Lembaga akan dijabarkan menjadi rencana kerja masing-masing Direktorat Jenderal, yang selanjutnya akan dijabarkan lagi menjadi rencana kerja masing-masing Direktorat. Dengan demikian maka akan terjadi hirarkhi risiko sesuai dengan peringkat sasaran dari rencana-rencana tersebut.
Elemen keempat adalah sistem manajemen risiko yaitu komponen-komponen manajemen risiko sesuai standar AS/NZS ISO 31000, yaitu proses manajemen risiko, teknik dan metode yang dipakai, dan cara pelaporan risiko.
Berkaitan dengan hal itu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan Instansi Pemerintah, yang salah satu poinnya menekankan adanya proses organisasi dapat ditinjau dari sisi keselarasan, tata kelola dan kepatuhan, perbaikan dan peningkatan proses, manajemen resiko, dan teknologi informasi.
Dari aspek manajemen resiko sendiri berperan penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Manajemen resiko merupakan langkah mengidentifikasi kejadian yang berpotensi dapat mempengaruhi kinerja organisasi, dan mengelola risiko agar dapat dikontrol untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dari aspek manajemen resiko, Kejaksaan melalui bidang pengawasan telah menyusun beberapa terobosan:
1. Pengendalian Gratifikasi, terkait hal ini telah terbit Peraturan Kejaksaan R.I. Nomor 03 Tahun 2019 tentang Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kejaksaan RI.
2. Penerapan Whistle-Blowing System.
3. Pembentukan Satuan Tugas 53.
Menurut Wakil Jaksa Agung, manajemen resiko di tubuh internal Kejaksaan berfungsi sebagai penguatan Pengawasan dan Penegakan Disiplin Internal Kejaksaan Republik Indonesia guna menjadi role model penegak hukum yang bersih, profesional, akuntabel, dan berintegritas.
Di samping itu, tujuannya adalah untuk mengoptimalkan pengawasan internal, pencegahan, dan melakukan deteksi dini terhadap oknum Jaksa dan/atau Pegawai Kejaksaan yang berpotensi akan melakukan penyimpangan, penyalahgunaan kewenangan.
"Ataupun perbuatan tercela lainnya yang dipandang akan merusak citra dan wibawa Kejaksaan Republik Indonesia," cetusnya.
Wakil Jaksa Agung RI kembali menyampaikan dan mengingatkan beberapa kebijakan sebagaimana dalam Instruksi Jaksa Agung RI Nomor 15 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Hasil Rapat Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020 tanggal 16 Desember 2020, sebagai bentuk dan arah kebijakan Kejaksaan yang bersifat mengikat dan wajib diimplementasikan oleh seluruh bidang.
Oleh karenanya khususnya bidang Pengawasan memiliki 7 poin yang menjadi fokus pembenahan antara lain sebagai berikut:
1. Optimalisasi Pengawasan Melekat.
2. Optimalisasi Pelayanan Masyarakat Berbasis Teknologi Informasi.
3. Harmonisasi Penjatuhan Hukuman Disiplin Berat dengan UU ASN.
4. Pelaksanaan Inspeksi Khusus dan Review Keuangan.
5. Pelaksanaan Audit/Reviu Pengelolaan Keuangan Harmonisasi Tindak Lanjut Laporan Pengaduan dengan Komisi Kejaksaan.
6. Penyusunan Pedoman Pengawasan Melekat.
Setia Untung Arimuladi menegaskan, dalam kesempatan Rakernis Bidang Pengawasan Tahun 2021 ini diharapkan agar jajaran Bidang Pengawasan melaksanakan upaya maksimal terkait tindak lanjut Rekomendasi Rapat Kerja Kejaksaan Tahun 2020. Tujuannya, 7 rekomendasi tersebut dapat memberi dampak yang signifikan bagi pengembangan institusi Kejaksaan yang akuntabel dan kredibel dan terciptanya Public Trust.
Sebelum mengakhiri arahan ini, Wakil Jaksa Agung RI berharap Bidang Pengawasan mampu berperan sebagai mitra strategis (strategic partner) yang membantu pimpinan dan jajaran organsiasi dalam menyelesaikan berbagai masalah penyelenggaraan pemerintahan utamanya dalam memberi peringatan dini (Early Warning System).
Bahkan sebagai best practice aparatur pengawasan menjadi trusted advisor bagi organisasi dalam menghadapi beragam permasalahan serta mengantisipasi berbagai risiko yang mungkin terjadi.
Apabila diibaratkan, Bidang pengawasan seperti halnya sistem imunitas tubuh dalam mencegah tubuh ketika mengalami sakit.
"Apabila tubuh sedang sakit, maka secara otomatis sistem imun akan berperan aktif menyembuhkan tubuh, pun dengan bidang Pengawasan, apabila institusi mengalami kesalahan dalam pelaksanaan tugas dapat segera mengambil langkah-langkah untuk memperbaikinya," tegasnya.
Dalam rangka menciptakan penguatan Bidang Pengawasan utamanya dalam mewujudkan “PENGAWASAN BERSAHABAT”, maka perlu dilakukan upaya sebagai berikut:
1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam rangka mengaplikasikan perubahan paradigma tersebut telah bergeser dari watchdog menjadi Consultan dan Catalyst, mengingat keberadaaan SDM merupakan faktor kunci dalam menetukan keberhasilan dan kesuksesan dalam mewujudkan tujuan organisasi.
2. Mengoptimalkan pemanfaatan sarana teknologi, guna peningkatan pelayanan masyarakat dan public trust sesuai dengan komitmen Kejaksaan mewujudkan Zona Integritas Menuju WBK dan WBBM.
3. Mendorong terciptanya berbagai inovasi, hal ini sangat penting dan krusial dalam mewujudkan sistem kerja yang dinamis, efektif, dan efisien.
4. Pelaksanaan pengawasan tidak hanya bersifat rutinitas dan ceremonial semata yang hanya fokus mencari kesalahan melainkan dijadikan sebagai wadah Focus Discussion Group (FGD) dalam mencari solusi atas permasalahan yang terjadi di lapangan.
Wakil Jaksa Agung RI berharap agar seluruh peserta Rakernis Bidang Pengawasan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan yang diagendakan dengan penuh antusias, kesungguhan, dan perhatian.
"Manfaatkanlah forum ini dengan sebaik-baiknya untuk meng-upgrade kualitas diri dan menyerap seluruh informasi, pengetahuan dan wawasan yang pada akhirnya akan mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas saudara," harapnya.
Mengakhiri arahannya, Wakil Jaksa Agung RI menyampaikan “JANGAN PERNAH MERASA TAKUT, RAGU, ATAU BIMBANG DALAM MELAKSANAKAN TUGAS SEPANJANG KITA MEMILIKI KOMITMEN DAN INTEGRITAS YANG TINGGI”, dan berharap Kejaksaaan kedepannya dapat menjadi lembaga modern dan bertaraf internasional mengikuti perkembangan jaman sesuai dengan standar dalam The International Association of Prosecutors (IAP).
"(Saya) Wakil Jaksa Agung RI percaya dan yakin kita mampu mewujudkan hal tersebut dengan modal optimisme dan sumber daya yang dimiliki," tutup Wakil Jaksa Agung.
Kejagung
Posting Komentar