Ahli Hukum Pidana Sebut Advokat Tak Miliki Kewenangan Hentikan Penyelidikan dan Penyidikan
Daftar Isi
Jakarta, indometro.id - Ahli Hukum Pidana Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Aby Maulana SH, MH menyebutkan bahwa advokat tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyelidikan dan penyidikan terkait proses penyelidikan dan penyidikan karena hal itu merupakan kewenangan pihak tertentu yang ditentukan oleh peraturan perundangan yang berlaku dalam perkara dugaan penerimaan suap pengurusan perkara di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu disampaikan ahli yang dihadirkan oleh pihak Penasihat Hukum Terdakwa Maskur Husain dalam agenda pemeriksaan ahli Adecharge atau meringankan Terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.
"Apa wewenang dari advokat dalam proses penyelidikan dan penyidikan, maksud kami apakah seorang advokat dapat menghentikan proses tersebut?" tanya Tim Anggota Penasihat Hukum, Rolas Sitinjak di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (8/11/2021).
Aby Maulana menjelaskan bahwa advokat dalam tahap penyidikan bertugas memberi bantuan, tapi tidak memiliki kewenangan untuk menghentikan penyelidikan atau penyidikan.
"Karena itu adalah kewenangan pihak tertentu yang ditentukan oleh peraturan perundangan yang berlaku," jelas Ahli.
Ahli mencontohkan, seperti tahapan penyelidikan pada dasarnya tidak diatur dalam KUHAP. Penghentian penyelidikan dapat dihentikan dalam beberapa syarat. Pertama adalah tidak ditemukan fakta dan bukti yang cukup. Kedua tidak dapat ditemukan tindak pidana suatu peristiwa.
"Penyidik harus membuat surat laporan hasil penyelidikan. Kemudian digelar perkarakan oleh penyidik dengan dibawah unit pengawasan tertentu. Kemudian diterbitkannya surat perintah penghentian penyelidikan dan diserahkan kepada pelapor atau pihak terkait," papar Aby Maulana.
Sedangkan menurutnya, dalam proses penyidikan, ada dalam pasal 109 KUHAP, dimana penghentian penyidikan dapat dilakukan dengan beberapa syarat.
"Pertama tidak cukup bukti. Kedua peristiwa itu bukan tindak pidana," ujarnya.
Atas perbuatannya tersebut, Maskur Husain dan mantan Penyidik KPK Stephanus Robin Pattuju didakwa oleh Jaksa telah menerima uang senilai Rp 11,075 miliar dan US$ 36 ribu untuk mengurus perkara sejumlah pihak di KPK.
Adapun pihak-pihak yang dimaksud yaitu, Wali Kota nonaktif M Syahrial, mantan Wakil Ketua DPR-RI Azis Syamsuddin, Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna.
Kemudian yang terakhir yaitu, Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi dan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Posting Komentar