Gempa di Turki, Adakah Yang Mengatakan Pemimpinnya Banyak Dosa?
Indometro.id • Gempa yang berkekuatan 7,5 magnitudo kembali mengguncang wilayah Turki tenggara Senin (6/2/2023) sore waktu setempat. Dilaporkan oleh Lembaga Survei Geologi AS (USGS), gempa itu terjadi hanya beberapa jam setelah gempa pertama yang menewaskan lebih dari 1.500 orang di bagian wilayah Turki dan Suriah.
Gempa pertama dengan magnitudo 7,8 tersebut setidaknya diikuti 20 gempa susulan. Gempa sebelumnya, bermagnitudo 7,8, melanda Turki tenggara dan Suriah utara. Selain korban tewas, ribuan orang terluka dan pencarian dilakukan untuk mencari korban selamat yang terjebak di bawah reruntuhan bangunan yang runtuh.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan jumlah korban tewas di negaranya sejak gempa pertama telah melejit menjadi 912 korban jiwa. Menurut Kepala badan manajemen bencana dan darurat Turki (AFAD), Yunus Sezer, mengatakan gempa awal merenggut 1.014 nyawa dan menghancurkan sekitar 2.824 bangunan, demikian dikutip dari kantor berita Reuters.
Atas berita bencana yang melanda Turki tersebut, tagar #prayforturki pun bergema di jejaring sosial. Presiden Jokowi mewakili pemerintah dan rakyat Indonesia sudah mengirimkan ucapan belasungkawa kepada Presiden Erdogan. Tiga menteri ditunjuk Jokowi untuk segera berkoordinasi memberikan bantuan terhadap korban bencana gempa di Turki.
Tidak ada yang menghendaki bencana, ini sudah menjadi takdirnya Yang Kuasa, begitu bunyi kebanyakan ucapan duka. Bagaimana jika terjadi di Indonesia seperti sebelum-sebelumnya? Saya sempat searching di google dan mendapatkan berita tahun 2015. Di salah satu media, mantan presiden ACT, Ahyudin (waktu itu masih jaya sebagai presiden ACT), menyatakan seperti di gambar hasil tangkapan pemberitaan.
Kutipan berita tersebut berbunyi sebagai berikut:
Indonesia belakangan kerap dilanda bencana. Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin menilai semua bencana pasti ada sebanya. Masyarakat harus memahami bencana bukanlah hal yang kecil melainkan persoalan besar. Dia menilai bencana juga hadir untuk memperbaiki kehidupan. Jadinya manusia tidak boleh lalai akan peringatan bencana.
Bila sebuah bencana hadir tetapi manusia masih bebal terhadap hal tersebut, maka akan ada bencana lebih besar lagi yang akan datang. Untuk Indonesia, Ia menilai korupsi di negeri bisa menjadi salah satu penyebab datangnya bencana. Ahyudin menilai selama korupsi masih ada maka bencana akan terus datang.
Orang bijak mengatakan, "Pembual akan jatuh atas bualannya sendiri," itu terbukti kepada Ahyudin. Dia sendiri kemudian yang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dana rakyat yang terkumpul sebagai donasi bencana. Dia sendiri pula yang kemudian tertimpa bencana (ditangkap dan kini dipenjara). Apa yang dikatakan dengan membual, maka akan kembali pada orang tersebut.
ACT dikenal sebagai sebuah lembaga filantropi menggalang dana umat untuk disalurkan bagi aktivitas sosial seperti membantu korban bencana. Bukan membenarkan, tapi sepertinya lembaga seperti ACT ini mendoakan semoga banyak bencana. Karena apa? Karena setiap ada bencana mereka hadir. Hadir karena mendapat donasi. Aktivitas sosial menjadi lahan mencari makan, bahkan bisa memperkaya diri. Ironis.
Terkait bencana gempa yang melanda Turki, akankah ada kelompok atau ormas Islam yang mengatakan Turki sebagai bangsa korup dan atau banyak melakukan dosa yang dilarang agama, misal maksiat dsb? Mengapa tidak ada? Karena itulah ketidak-adilan yang diciptakan mereka. Berbeda jika bangsa Indonesia sendiri yang terkena musibah bencana, karena pemimpinnya kafir, pemerintahannya thogut, banyak korupsi, menyengsarakan umat, menindas ulama dll dsb.
Kini pertanyaan publik, ketika gempa melanda turki, atau tidak usah jauh-jauh, saat bencana gempa dan longsor di Jawa Barat kemarin, apakah ACT atau FPI hadir? Tidak karena sedang masalah. Yang masalah adalah orangnya (Ahyudin) jika memang ACT riil kemanusiaan serta ditangani secara bersih, pastilah misi kemanusiaan jalan terus. Begitupun FPI hadir jika ada yang "memperkerjakan" mereka, alias bayaran.
Sehingga sekarang sepi job, tidak ada yang mau membayar mereka. Bohir percuma menggelontorkan dana tapi organ tersebut tidak eksis seperti dulu lagi. Gak ada efeknya. Jika memang ingin mengabdi pada jalan kemanusiaan, sesungguhnya bisa saja bergabung kepada ormas resmi seperti Muhammadiyah ataupun NU, atau juga bisa bergabung membantu Basarnas sebagai relawan. Bencana bukan untuk dipolitisir, terlebih untuk aksi tipu-tipu memperkaya diri.
By : Agung Wibawanto
Editor : MZ
#prayforturki
Posting Komentar