Hari Lahir PANCASILA, Bagaimana Memaknainya ... ?
Bondowoso - indometro.id.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016, tanggal 1 Juni telah ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila.
Pemilihan tanggal 1 Juni sebagai hari lahir Pancasila merujuk pada momen sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan/BPUPKI dalam upaya merumuskan dasar negara Republik Indonesia.
Pendapat yang berbeda pernah diungkap dan dituliskan secara komprehensif oleh Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia Profesor Yusril Ihza Mahendra yang menyatakan bahwa kompromi terakhir tentang landasan falsafah negara Pancasila dengan rumusan seperti dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 adalah terjadi pada tanggal 18 Agustus 45 dan kemudian disimpulkan bahwa hari lahirnya Pancasila bukanlah tanggal 1 Juni, tetapi tanggal 18 Agustus ketika rumusan final disepakati dan disahkan.
Dalam tulisan yang pernah dimuat oleh beberapa media nasional tersebut, Profesor Yusril berargumen bahwa Pidato Sukarno tanggal 1 Juni barulah masukan, sebagaimana masukan dari tokoh-tokoh lain, baik dari golongan nasionalis maupun dari golongan Islam.
Apalagi jika kita bandingkan usulan Sukarno tanggal 1 Juni cukup mengandung perbedaan fundamental dengan rumusan final yang disepakati 18 Agustus. Ketuhanan saja diletakkan Sukarno sebagai sila terakhir, tetapi rumusan final justru menempatkannya pada sila pertama.
Lepas dari seluruh dinamika dan perdebatan keras dari semua tokoh yang terlibat pada saat itu dan perbedaan pendapat soal kapan tepatnya hari lahir Pancasila, pada akhirnya disepakati bahwa Pancasila merupakan dasar serta landasan ideologi bagi bangsa Indonesia. Hal itu berarti setiap nilai yang terkandung dalam Pancasila harus dijadikan dasar hidup bernegara.
Lantas bagaimana memaknainya?
Saya tidak akan mengurai lebih jauh soal adanya beda persepsi dan pendapat tentang kapan sebenarnya hari lahir Pancasila.
Dalam konteks kekinian lebih penting bagi saya bagaimana memaknai Pancasila yang sudah disepakati sebagai nilai- nilai luhur yang harus menjiwai setiap warga negara Indonesia.
Sebagai generasi penerus bangsa bagaimana kita dapat memaknai Pancasila sebagai dasar negara dan sebagai landasan berkeperilaku dalam kehidupan bermasyarakat.
Secara konseptual teoritik nilai-nilai pancasila sudah diperkenalkan secara masif dan berkelanjutan melalui banyak tempat dan cara.
Peringatan rutin terhadap hari lahir Pancasila telah menjadi ketetapan yang wajib diperingati oleh segenap bangsa Indonesia. Seluruh instansi pemerintah setiap tahun tidak boleh absen melaksanakan upacara bendera.
Bahkan pelajaran Pancasila sudah dikenalkan sejak dini melalui kurikulum yang melekat dalam sistem pendidikan nasional mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Meskipun dalam beberapa dekade terakhir mengalami penurunan baik secara kualitas maupun kuantitas.
Penguasaan terhadap materi nilai-nilai Pancasila dalam praktik sampai hari ini juga menjadi parameter apakah seseorang layak untuk menjadi aparatur negara ataupun dalam menduduki semua jabatan pemerintahan.
Kita juga ingat, bagaimana puluhan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tersingkir gegara dianggap tidak lolos tes wawasan kebangsaan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila.
Kita juga mengetahui betapa banyak pelamar calon pegawai negeri sipil yang gagal pada tahapan tes seleksi kompetensi dasar yang sebagian besar soalnya berhubungan dengan Pancasila.
Memaknai hari lahir Pancasila seharusnya tidak sekadar pada tataran formalisme, Upacara itu penting karena pada setiap momentum tersebut semua kalangan kembali diingatkan akan nilai luhur Pancasila, Namun yang lebih penting bagaimana nilai-nilai tersebut dapat mengejawantah dalam sikap dan perilaku.
Dalam keseharian dengan mudah kita menjumpai paradok dan praktik yang jauh dari pancasilais, Ini tercermin dalam berbagai fenomena yang hari ini berlangsung kian marak. Bukan hanya soal radikalisme yang dari dulu menjadi musuh utama, bukan juga hanya soal bahaya latin komunisme yang terus harus diwaspadai.
Namun soal keseharian yang kadang kurang kita sadari, Contoh pada tahun politik selalu menjadi ajang untuk saling mencari kelemahan, Toleransi menjadi luntur dan sering memunculkan permusuhan karena perbedaan suku, agama dan ras.
Ungkapan berbau rasis dan intoleran tidak hanya muncul dari kalangan bawah namun kerap diucapkan oleh kalangan atas hanya demi kepentingan kekuasaan, Saling olok bahkan menista golongan lain menjadi hal biasa dan jamak dijumpai melalui percakapan media sosial.
Memaknai Pancasila tidak hanya cukup dengan tepuk dada, “Saya Pancasila”, tak hanya cukup dengan euphoria simbolik seolah paling pancasilais.
Memaknai Pancasila harus dengan tindakan konkrit dan nyata.
Paradok yang ditunjukkan oleh para penyelenggara/pejabat negara ataupun tokoh politik yang setiap hari bertengkar hanya demi kekuasaan jelas bertentangan dengan nilai Pancasila.
Mental hedonis yang melibatkan eksekutif, legislatif dan yudikatif yang menjadi koruptor menggarong uang rakyat, pejabat pajak yang terlibat money laundring, para pegawai bea cukai yang memanipulasi bea masuk barang adalah segunung contoh yang setiap menit bisa kita jumpai.
Kesimpulannya nilai-nilai Pancasila kini kian luntur, semakin jauh pancasila hanya menjadi simbol dan seolah kehilangan ruh, Praktek bermasyarakat dan kenegaraan kita semakin jauh dari pancasilais.
Tak cukup dengan upacara rutin kenegaraan, Untuk menggugah kesadaran kolektif bangsa kita diperlukan upaya yang sangat kuat, masif dan terstruktur.
Reorientasi Pancasila dengan nilai-nilai luhur didalamnya perlu kembali ditanamkan. Internalisasi Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan perlu disesuaikan dengan kebutuhan, tidak lagi dengan cara konvensional.
Tak kalah penting adalah mengatasi krisis figur kepemimpinan. Bersihkan pemerintahan dari praktek meyimpang, jadikan hukum sebagai panglima, jangan jadi alat kekuasaan semata sehingga menjadi tebang pilih.
Harus ada ihtiar bersama untuk memilih pemimpin cerdas dan berintegritas, Dalam kontek berdemokrasi nilai-nilai Pancasila harus dikedepankan, kita semua bisa mengambil posisi dan peran dengan bersama-sama melawan politik uang, berdemokrasi secara elegan, mencegah praktik demokrasi kriminalistik dan memecah belah sesuai dengan fungsi masing-masing.
Memang tidak mudah, tapi rasanya tidak ada pilihan lain selain terus berupaya minimal dari diri sendiri. Membangun idealisme, menjadi pribadi yang lebih pancasilais,
"Selamat Hari Lahir Pancasila"
Wallahua’lam Bis Showab
Ditulis Oleh : Abrori, S.H,.M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Bondowoso)
Posting Komentar