Polemik Ma’Had Al-Zaytun, Bupati Nina: Kita serahkan kepada MUI dan Kemenag

Daftar Isi

Indometro.id,indramayu

Ma’had Al-Zaytun pimpinan Panji Gumilang yang berlokasi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, akhir-akhir ini menjadi perbincangan karena dinilai banyak menimbulkan kontroversi sehingga menuai protes dari berbagai pihak.


Menanggapi hal tersebut, Bupati Indramayu, Nina Agustina menyampaikan, pihaknya mengajak pihak Al-Zaytun untuk dapat duduk bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Indramayu menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.


“Sebagai pemerintah Kabupaten artinya yuk sama-sama bagaimana Al-Zaytun duduk bareng juga dengan Pemerintah Kabupaten Indramayu,” ungkap Bupati Nina kepada Diskominfo Indramayu, saat ditemui di sela kunjungan kapolda Jabar di Desa Santing, Kecamatan Losarang, Kabupaten Indramayu, Senin (19/6/2023).

Menurut Bupati Nina, polemik yang terjadi belakangan ini merupakan ranah Kementerian Agama (Kemenag) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun demikian, sebagai kepala daerah dirinya berharap semua pihak dapat menjaga kondusivitas di Kabupaten Indramayu serta mematuhi dan mengikuti peraturan yang ada sehingga dapat tercipta rasa nyaman dalam kehidupan bermasyarakat.


“Soal Al-Zaytun ini, itu ranahnya MUI dan Kemenag yang memberikan keputusan, namun kita di daerah sebisa mungkin agar menjaga kondusivitas semuanya untuk kepentingan masyarakat Indramayu, jika ada hal yang menyalahi aturan, ya harus bisa legawa,” tandasnya.


Diketahui, ragam kontroversi yang terjadi di Ma’Had Al-Zaytun tersebut menimbulkan unjuk rasa dari massa Forum Indramayu Menggugat pada Kamis (15/6). Beberapa tuntutan yang dilayangkan massa pengunjuk rasa diantaranya adalah menuntut tindakan tegas MUI dan Kemenag serta mengusut dugaan penyimpangan yang terjadi di Ma’had Al-Zaytun.


Tak hanya itu, nada protes terkait polemik yang terjadi di Al-Zaytun juga datang dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat (Jabar).


Pihaknya menilai beberapa kegiatan yang dilakukan di Al-Zaytun menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja). Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah Lembaga Bahtsul Masail (LBM) NU Jabar resmi mengeluarkan beberapa poin keputusan mengenai polemik Al Zaytun mulai dari bercampurnya saf salat jemaah laki-laki dan perempuan serta non muslim, hingga hukum menyanyikan “Hevenu Shalom Aleichem”.


LBM NU memandang penempatan posisi perempuan dan non-muslim di antara jemaah salat yang mayoritas laki-laki tidak sesuai dengan tuntutan beribadah Aswaja yang didasarkan pada beberapa pertimbangan. Di antaranya menyandarkan argumen fiqih tidak kepada ahli fiqih yang kredibel, dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.


Selain itu LBM NU Jabar juga menyatakan hukum menyanyikan Hevenu Shalom Aleichem adalah haram. Pasalnya, lagu tersebut menyerupai dan menyiarkan tradisi agama Yahudi dan mengajarkan doktrin yang dapat berpotensi hilangnya konstitusi syariah soal fiqih mengucapkan salam kepada non muslim.


Oleh karena itu, dikutip dari halaman resmi NU Jabar, dengan melihat berbagai polemik yang muncul belakangan ini, hukum menyekolahkan anak ke Ma’Had Al-Zaytun hukumnya adalah haram.


Diterangkan NU Jabar, alasan mengharamkan orang tua memondokkan anak ke Ma’Had Al-Zaytun, karena membiarkan anak didik berada di lingkungan yang buruk (perilaku menyimpang). Kemudian LBM NU menilai, menyekolahkan anak di Al Zaytun sama saja dengan memilihkan guru yang salah bagi pendidikan anak yang dikhawatirkan jika anak menempuh pendidikan di Al Zaytun kian memperbanyak jumlah anggota yang menyimpang. (MT jahol)

Posting Komentar



banner image