Tak Miliki HGU, Tiga Kebun PTPN IV di Kabupaten Simalungun Liar dan Diokupasi Pihak Lain
Medan, Indometro.id -
Berdasarkan dokumen HGU PTPN IV, diketahui terdapat 14 persil lahan seluas 14.591,77Ha yang belum didukung dengan hak atas tanah, yang sebahagiannya berlokasi di kabupaten Simalungun sebagaimana di sebut dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa keuangan (BPK) nomor. 27/LHP/XX/8/2024 Tanggal : 30 Agustus 2024 diantaranya Kebun Dolok Sinumbah dengan Luas 35,94 Ha, Kebun Teh Luas 318,02 Ha, Kebun Marjandi luas 30,00 Ha, Kebun Bah Birung Ulu Luas 49,30 Ha. Hal ini disampaikan Pengamat Kebijakan Publik dan Anggaran, Ratama Saragih kepada awak media, Selasa (24/12/2024).
Hasil wawancara tertulis dengan Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum menjelaskan bahwa ketiga persil yang belum dilakukan pengurusan perpanjangan HGU dikarenakan Kebun Bah Birung Ulu masuk dalam kawasan hutan produksi konversi. PTPN IV telah mengajukan permohonan pelepasan kawasan hutan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sejak tahun 2018, namun sampai dengan saat ini proses pelepasan tersebut belum selesai dilaksanakan. Sedangkan untuk Kebun Teh sampai dengan saat ini sudah dilakukan permohonan pengurusan perpanjangan HGU dimana saat ini penjadwalan pengukuran areal oleh Kementerian ATR/BPN Kantor Wilayah Sumatera Utara.
Selain kebunnya tak punya sertifikat HGU, PTPN IV juga memiliki tiga kebun yang diokupasi atau di sengketakan oleh pihak lain di kabupaten Simalungun. Berdasarkan dokumen dari Sub Bagian Legal Aset pada Bagian Sekretariat Perusahaan, diketahui terdapat area lahan dan bangunan milik PTPN IV yang diokupasi dan/atau bersengketa dengan pihak lain yang berlokasi di wilayah kabupaten Simalungun diantaranya Kebun Dolok Ilir seluas 140,53 Ha sengketa dengan Kelompok Tani Karya Mandiri a.n. Abdul Damanik, dkk. dan Agus Salim,dkk, kebu Bah Jambi seluas 125,00 Ha sengketa dengan Masyarakat Mariah Jambi sebanyak 147 KK mengklaim areal seluas 200 Ha Kebun Bah Jamb, Kebun Bah Butong seluas 26,88 Ha sengketa dengan Kelompok Tani Jati Sari sebanyak 39 KK, Hasil wawancara tertulis dengan Kepala Bagian Sekretariat dan Hukum menjelaskan bahwa adanya okupasi tersebut sudah terjadi sejak bertahun-tahun, kemudian saat ini pegawai perusahaan yang berada di kebun tidak mengetahui sejarah kepemilikan lahan dan saat terjadi okupasi tidak dapat mempertahankan lahan.
Berdasarkan penelusuran atas Laporan Keuangan PTPN IV, adanya permasalahan mengenai okupasi lahan kebun seluas 856,61Ha dan tanah dan bangunan seluas 130.323m2 tersebut tidak diungkapkan dalam penjelasan atas Aset Tetap dan dalam Catatan atas Laporan Keuangan, hingga saat pemeriksaan berakhir lahan dan bangunan tersebut belum dapat dikuasai kembali oleh PTPN IV. Uraian langkah-langkah penyelesaian atas permasalahan okupasi.
Ratama Saragih pengamat kebijakan publik dan anggaran mengatakan bahwa temuan BPK ini membukakan aib BUMN yang memalukan, karena sekian tahun kebun beroperasi ternyata tak punya Sertifikat HGU dan kebun yang bersengketa, bahkan sudah menghasilkan, inikan sama aja merampok lahan Negara bahkan merampok lahan yang sudah diklaim oleh masyarakat.
Penyandang Sertifikat Survey Pengukuran Indikator Kinerja di BPK.RI ini menambhakan bahwa ada sejumlah Regulasi yang di langgar dan tak dipatuhi oleh Direktur dan jajarannya kebawah diantaranya Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pengaturan dan Tata Acara Penetapan Hak Guna Usaha, kemudian pasal 1 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, serta Surat Edaran Menteri BUMN Nomor SE-14/MBU/10/2021 tanggal 11 Oktober 2021 tentang Percepatan Program Sertifikasi dan Penertiban Aset Tanah dan Bangunan BUMN huruf E.
(@76)
Posting Komentar