Aspek Indonesia Nilai Pemerintah Permalukan Diri Sendiri Terkait UMP

Daftar Isi

Aspek Indonesia Nilai Pemerintah Permalukan Diri Sendiri Terkait UMP


Jakarta, indometro.id - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menilai Pemerintah sedang mempermalukan dirinya sendiri dengan kebijakan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP). Hal itu karena terbukti pemerintah membuat aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Pemerintah sedang mempermalukan dirinya sendiri, karena terbukti membuat aturan turunan berupa PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang justru bertentangan dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat melalui surat elektronik yang diterima oleh indometro.id, Rabu (17/11)2021).

Atas hal itu, ASPEK Indonesia memprotes keras keputusan Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang telah mengumumkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 1,09 persen. 

Pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. 

Dalam UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi). 

Namun dalam PP No. 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh Pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.

Nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga. Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen.

Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP No. 36 tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi. 

"Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76%, Inflasi tertinggi Bangka Belitung 3,29%," tuturnya. 

Mirah Sumirat mengungkapkan, berdasarkan PP No. 36 tahun 2021, kenaikan UMP 2022 tertinggi adalah di DKI Jakarta menjadi sebesar Rp 4.453.724 dari sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp 4.416.186,548. Artinya hanya naik sebesar Rp 37.538.

Sedangkan kenaikan terendah UMP tahun 2022 adalah di Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 1.813.011, atau hanya naik sebesar Rp 14.032 dibanding UMP tahun 2021 sebesar Rp 1.798.979,00. 

"Artinya dengan kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp 37.538 dan kenaikan terendah hanya naik Rp 14.032, ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah. Rakyat dipaksa untuk terus miskin!" ungkapnya. 

Apalagi, kata Mirah, pada tahun 2020 yang lalu, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah telah memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021, dengan hanya berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.

Mirah Sumirat juga menegaskan bahwa UU Cipta Kerja No. 11 tahun 2020 dan PP No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan, semakin membuktikan bahwa Pemerintahan Joko Widodo memberikan karpet merah kepada pengusaha dan tidak berpihak pada pekerja dan rakyat Indonesia.

"ASPEK Indonesia sebagai Federasi  serikat pekerja afiliasi KSPI, mendukung penuh rencana KSPI yang akan melakukan Mogok Nasional secara konstitusional untuk menolak penetapan UMP 2022 yang tidak manusiawi dan ini semakin membuktikan bahwa Pemerintah tidak mampu memberikan kehidupan yang layak kepada rakyatnya," tutup Mirah. 

Posting Komentar



#
banner image