Khaul Habib Abdullah Bin Ali Al Hadad Bangil Pasuruan

Pasuruan-indometro.id 

Khaul habib abdullah bin ali al hadad bangil yang diselenggarakan pada hari ahad 25 September 2022 / 28 Safar 1444 H. di penuhi ribuan tamu khaul dari berbagai wilayah di indonesia diantaranya Tamu undangan luar biasa dari Banjarmasin, Jakarta, Surabaya, Banyuwangi, Semarang dan daeran lain. 
Hadir juga Wabup Pasuruan Gus Mujib, camat Bangil, ketua PCNU Bangil, Abah Shobri serta KH. Agus Ali masyhuri  Sidoarjo. yang bertempat di Makam beliau Sangeng Gang Kramat Bangil Pasuruan Jatim. 


Habib Abdullah bin Ali al-Hadad dikenal juga dengan Mbah Kramat, Beliau adalah cucu dari habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Hadad, pengarang dari rotibul Hadad yang biasa kita baca. 

Pendidikan beliau Habib Abdullah bin Ali Al Hadad
Sejak kecil beliau mendapatkan pendidikan langsung dari kedua orangtuanya. Hal itu memang sudah menjadi suatu ciri para ulama salaf Bani Alawi, yang kebanyakan dari mereka semenjak kecil didikan langsung oleh orangtua-orangtuanya.

Menjelang dewasa, beliau meneruskan study di kota kelahirannya, Tarim. Di sanalah beliau mengenyam beberapa cabang ilmu, seperti tafsir, fiqih, hadits dll dari para ulama terkemuka. Guru-gurunya antara lain Mufti Habib Al 'Allamah Abdurrahman Al-Masyhur (pengarang kitab Bughayat al-Mustarsyidin), Habib Umar bin Hasan Al-Haddad di Ghurfah, Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi di Sewun, Habib Muhsin bin Alwi Assegaf, dan Habib Muhammad bin Ibrahim Bilfaqih.

Pada tahun 1281 H / 1860 M, beliau meninggalkan kampung halaman menuju kota Do'an dan Gidun untuk berguru kepada beberapa ulama, seperti Habib Thohir bin Umar Al-Haddad dan Syekh Muhammad bin Abdullah Basuwaidan. Kepada mereka, Habib Abdullah mempelajari kitab Minhaj Al-Thalibin karya Imam Nawawi.

Tak lama kemudian, beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu, seperti Aqidah, Nas (pegangan dalam hokum islam), ilmu Ushul (pokok-pokok ilmu pengetahuan tentang ilmu fiqih), periwayatan hadits dan logika.

BUTUH BANTUAN HUKUM ?
Sebagai Ulama yang haus ilmu, pada 1294 H / 1873 M, beliau meneruskan perjalanan ke Guairah untuk berguru kepada Al'Alamah Al-'Arif billah Habib Ahmad bin Muhammad Al-Mukhdar. Dari ayahanda Habib Muhammad bin Ahmad Al-Mukhdar (Bondowoso, Jawa Timur), beliau mendapat ijazah untuk beberapa cabang ilmu pengetahuan.

Pada salah satu mukadimah ijazahnya, disebutkan, "Aku berikan ijazah kepada keturunan Al-Quthb Al-Ghouts, Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, seorang ahli ibadah yang tampak di wajahnya cahaya ulama salaf. Kelak, dia akan menggantikan kedudukan salaf pendahulunya dan aku anggap dia sebagai anakku."

Pada tahun 1295 H / 1874 M, beliau menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Rasulullah saw. Selama berada di Makkah, beliau tinggal di rumah mufti Habib Muhammad bin Husein Al-Habsyi (ayahanda Al-Imam Al-'Allamah Ali bin Muhammad bin Husin Al Habsyi), penyusun Simtud Duror. Sementara, di kota Jarwal, beliau mempelajari, antara lain, ilmu Nahwu (tata kalimat) dan mantik (logika), sehingga memperoleh ijazah dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan.

Tak lama kemudian, beliau menuju ke Madinah. Tinggal empat bulan disana, beliau berguru pada Syekh Muhammad Abdul Mukti bin Muhammad al-Azab, seorang faqih dan pakar bahasa arab.

Pada 1297 H / 1876 M, beliau mulai berdakwah ke tanah Melayu. Mula-mula ke Singapura, lalu ke Johor. Di sana, beliau bersahabat dengan Sayyid Salim bin Thaha Al-Habsyi dan Sultan Abu Bakar bin Ibrahim yang saat itu menjadi Sultan Johor. Ketika menghadiri peresmian istana Kesultanan Johor, beliau ditemui oleh Sultan Ahmad dari Padang dan diminta untuk menjadi wali agama di sana, namun Habib Abdullah menolak dengan halus.

Setelah kurang lebih empat tahun berdakwah di Johor, beliau meneruskan perjalanan dakwahnya ke Jawa, Indonesia. Mula-mula, beliau tiba di Batavia, kemudian meneruskan ke Bogor, Solo dan Surabaya. Di kota-kota tersebut, beliau merasa kurang nyaman, walaupun kaum muslimin setempat menyambutnya dengan antusias. Pada akhir syawal 1301 H, beliau tiba di Bangil, Jawa Timur. Di sinilah beliau merasakan kenyamanan dan pada akhirnya menetap untuk berdakwah. Setiap hari, selepas asar, beliau menggelar Rahah (pengajian), dan setiap Kamis mengisi majelis taklim di Masjid Kalianyar Bangil.


Peran para Habaib sangat besar dalam sejarah berdirinya NU. Karena itu NU dan Habaib sampai kapanpun tidak akan bisa dipisahkan.

Hadrotus Syekh KH Hasyim Asyari sangat memuliakan dan mengutamakan peran Dzuriyyah Rasulullah atau Habaib dalam hal pendirian Jamiyyah Nahdlatul Ulama, sehingga sampai kapanpun NU tak bisa dilepaskan dari para Habaib.

Berdirinya NU atas Restu para Habaib.

Diantaranya:

1. Habib Abdullah bin Ali bin Hasan al Haddad (sangeng Bangil)
2. Habib Abu bakar bin Husain Assegaf (Bangil)
3. Habib Husain al Haddad (Jombang)
4. Habib Abu bakar bin Muhammad Seggaf-Quthub (Gresik)
5. Habib Ahmad bin Abdullah Asseggaf.

Bermula dari cerita Kyai Ahmad Khulaimi Ahyat mengatakan bahwa KH. Hasyim Asy'ari mempunyai kedekatan sesama Ulama' Habaib seperti dengan Habib Husain al Haddad (Jombang).

Mereka berdua selalu musyawarah dalam menghadapi persoalan Agama dan Bangsa,  kemudian pada tahun 1920 Habib Husain Jombang mengajak KH hasyim Asy'ari ke rumah Habib Abdullah bin Ali al Haddad sangeng Bangil.

Selain silaturrahmi juga tabarukan belajar agama kepada Habib Abdullah bin Ali al Hadad Sangeng sebagaimana mbah Kyai Kholil bangkalan Madura guru KH. Hasyim Asy'ari juga belajar kepada Habib Abdullah bin Ali al Hadad Sangeng, kemudian Kyai Hasyim Asy'ari minta restu kepada beliau untuk mendirikan jam'iyah NU.

Demikian pula kyai Wahab Hasbullah Jombang yang beristrikan orang Bangil juga minta restu mendirikan jam'iyah NU kepada Habib Abu Bakar bin Husain Seggaf Bangil, kemudian pada tanggal 31 Januari 1926 berdirilah jam'iyah NU di surabaya atas restu para habaib, diantaranya: Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik.

Beliau memerintahkan salah satu muridnya yang bernama Habib Ahmad bin Abdullah Segaf atas wakil ulama' sadah alawiyin untuk hadir dalam deklarasi berdirinya jam'iyah NU di Surabaya, dua tahun kemudian Pada tahun 1928 berdirilah NU cabang Bangil atas restu Habib Abu Bakar bin Husein Assegaf kepada kyai Hasan Muhdhor selaku rois suriyah NU cabang bangil.

Oleh sebab itu Habib Salim bin Abdullah Maulakhela juga menjadi rois suriyah NU pandaan dan para habaib lainnya seperti Habib Ja'far bin Jadid Alhabsyi Bangil sebagai wakil ketua Anshor cabang Bangil.

Demikian hakekat kedekatan ulama' NU dengan ulama' Habaib yg memiliki kesamaan guru agama dan kultur sehingga NU menjadi besar, sebagaimana kedekatan KH Hamid Pasuruan dengan Habaib yang menjadikan mashur.

Akan tetapi bila Ulama' NU masa kini meninggalkan atau berselisihan dengan ulama' Habaib niscaya kaum Nahdliyin akan lebih mengikuti ulama' Habaib Ahlu Sunnah wal Jamaah, karena Habaib merupakan guru para kyai, sebagaimana KH Hasyim dengan Habib Abdullah bin Ali Al Hadad sangeng Bangil, hal itu sesuai dengan hadist Nabi yang artinya: aku tinggalkan dua perkara yang penting apabila kalian berpegang keduanya niscaya tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu Kitabullah dan Itroti Ahli Baity, di hadist yang lain al Qur'an dan Sunnat.


Selaku panitia khaul, habib Fahmi mengucapkan terimakasih atas nama pribadi dan panitia pelaksana houl atas bantuan baik moril maupun materil dan semoga kita semua mendapatkan barokah beliau. 

(Yat-Mi) 





Posting Komentar untuk "Khaul Habib Abdullah Bin Ali Al Hadad Bangil Pasuruan"