Uparengga Dharma Caruban Bekasi Ngayah di Pura Tribhuana Agung Kota Depok
Puluhan umat Hindu berpartisipasi aktif dalam mempersiapkan perlengkapan upacara, berbaur dalam kekhidmatan dan kebersamaan. Kegiatan ini bukan sekadar ritual, melainkan wujud nyata dari upaya menjaga keharmonisan dan keseimbangan hidup, baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta, sesama manusia, maupun dengan lingkungan alam yang dalam agama Hindu dikenal dengan Tri Hita Karana.
I Made Dana, salah satu tokoh Umat Hindu dari SBN Narogong Banjar Bekasi, menekankan pentingnya makna Caru Manca Sanak dalam menjaga keselarasan hidup. Caru dengan kurban salah satunya Asu Bang Bungkem tersebut menurutnya adalah refleksi dari filosofi hidup yang seimbang, yang tidak hanya berfokus pada aspek jasmaniah tetapi juga spiritual.
“Keharmonisan itu membangun keseimbangan hidup yang akan menuntun manusia menuju kebahagiaan di dunia yang disebut Jagadhita,” ujar I Made Dana.
“Sekala adalah aktivitas fisik yang kita lakukan, seperti membersihkan lingkungan dan bekerja. Sementara Niskala berfokus pada kegiatan spiritual atau yajña, yang merupakan persembahan tulus kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa,” jelas Ajik Sunia, panggilan akrabnya.
Ia menambahkan bahwa upacara ini bertujuan untuk menetralisir energi negatif yang dapat mengganggu keseimbangan alam dan kehidupan manusia. Caru, yang berasal dari bahasa Jawa Kuna berarti hewan kurban, memiliki makna yang mendalam dalam ajaran Agama Hindu.
“Prosesi pengurbanan hewan ini merupakan bentuk persembahan kepada Tuhan sekaligus doa untuk makhluk-makhluk di bawah kita agar mendapatkan kedamaian dan penyucian dari Tuhan. Unsur-unsur seperti daging dan darah digunakan dalam banten caru karena dipercaya dapat menetralisir kekuatan alam yang bersifat negatif, sehingga tercipta kedamaian dan ketenangan”, terangnya.
(Dewa)
Posting Komentar