Diduga Sarat Korupsi, Biaya Koordinasi Lintas Sektoral Rp11.2 M di PTPN IV Tak Jelas dari Hasil Temuan BPK RI


Medan, Indometro.id -

Dalam rangka mendukung kegiatan produksi di Unit Usaha pada tahun 2021,2022 dan 2023 (Semester 1), PTPN IV telah merealisasikan Biaya Koordinasi Lintas Sektoral/Lingkungan Sekitar. Hasil uji petik pada 16 Unit Usaha Kebun dan/atau pabrik, menunjukkan terdapat realisasi biaya koordinasi lintas sektoral tahun 2021, 2022, dan 2023 (Semester 1) senilai Rp11.990.800.000,00, diantaranya Kebun Sawit Langkat, Kebun Pabatu Kebun Dolok Ilir, Kebun Dolok Sinumbah, Kebun Gunung Bayu PKS, Gunung Bayu Kebun Bah Jambi, PKS Bahjambi, Kebun Pasir Mandoge, PKS Pasir Mandoge, Kebun Marihat, Kebun Balimbingan, Kebun Bah Butong, Kebun Tobasari yang kesemuanya berada pada wilayah kabupaten Simalungun.

Dari hasil pengujian secara uji petik atas realisasi biaya koordinasi lintas sektoral tahun 2021 s.d. 2023 (Semester 1) pada unit kebun/pabrik, diketahui terdapat pembayaran kegiatan yang belum didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang memadai sebesar Rp11.233.150.000,00. Biaya-biaya tersebut diberikan kepada Polres, Polsek, Koramil, Kecamatan, Kepala Desa, Denpom, LSM dan Wartawan di wilayah kebun.

BUTUH BANTUAN HUKUM ?

Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Asisten Personalia/SDM dan Asisten Tata

Usaha Kebun yang dilakukan cek fisik, diketahui biaya koordinasi lintas sektoral tersebut digunakan untuk koordinasi dan biaya hubungan antar lembaga. Biaya tersebut dibayarkan untuk menjaga hubungan kemitraan yang baik antar lembaga maupun dengan wartawan sehingga dapat mempermudah urusan-urusan yang ditangani perusahaan. Selain itu, biaya pelaporan pencurian dibayarkan ke Polsek pada saat pelaporan jika terjadi penangkapan pelaku pencurian, sedangkan biaya sidang dibayarkan jika ada panggilan sidang kasus yang terkait dengan unit kebun.

Proses pencairan biaya koordinasi lintas sektoral diawali dengan Asisten Personalia/Tata Usaha membuat surat permintaan pembayaran kepada Manajer kebun/PKS yang dilengkapi dengan rincian pembayarannya. Setelah memperoleh persetujuan maka Asisten Personalia/Tata Usaha dapat membayarkan biaya koordinasi tersebut. Pengeluaran biaya-biaya tersebut dibayarkan secara tunai dan masing-masing kebun mempunyai kebijakan tersendiri terkait besaran biaya yang dibayarkan dan pihak-pihak yang menerima. BPK tidak dapat melakukan pengujian kewajaran nilai yang telah dikeluarkan karena tidak terdapat standar baik internal maupun eksternal mengenai plafond biaya untuk kegiatan-kegiatan tersebut.

Ratama Saragih pengamat kebijakan Publik dan Anggaran, Rabu (4/12/2024) kepada media mengatakan sangat prihatin melihat modus kejahatan uang Negara yang menggunakan istilah “Biaya Koordinasi” yang tak terukur dan bahkan belum diatur standart nilai kewajarannya baik Internal maupun eksternal plafond biaya sebagaimana dijelaskan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa keuangan (BPK) nomor. 27/LHP/XX/8/2024, tanggal 30 Agustus 2024.

Responden BPK ini dengan tegas mengatakan bahwa biaya kordinasi lintas sektoral yang tak dapat dipertanggungjawabkan itu adalah Kejahatan, apa lagi angkanya sangat fantastis sebesar Rp. 11.233.150.000,00.

Penyandang sertifikat Forensic Accounting ini akan mengawal terus progres penyelidikan pertanggungjawaban biaya kordinasi lintas sektoral yang dimaksud kepada aparat penegak hokum tentunya, karena uang tersebut adalah Uang Negara yang tak boleh digunakan tanpa pertanggungjawaban yang akuntabel dan Jelas, sebab jenis dan macam peruntukannya bisa saja digunakan untuk menyuap oknum yang nakal dan mencoba mengintimidasi serta mencari celah kesalahan dari Kebun tentunya

Di tempat terpisah Mohammad Abdul Ghani Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) yang tergabung di dalam Holding PTPN.IV PalmCo di konfirmasi melalui pesan Whatshap tak bersedia memberikan jawaban alias memilih bungkam.


(@76)



Posting Komentar untuk "Diduga Sarat Korupsi, Biaya Koordinasi Lintas Sektoral Rp11.2 M di PTPN IV Tak Jelas dari Hasil Temuan BPK RI"