ASAHAN, Indometro.id – Kasus sengketa tanah di Desa Asahan Mati,
Kecamatan Tanjungbalai, Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara,
kembali menjadi sorotan. Sengketa ini melibatkan TJIN-TJIN dan suaminya Sutanto
alias Ahai Sutanto, melawan So Huan dan Julianty, S.E., sebagai pihak penghubung dalam pembelian
tanah dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 74 seluas + 17.817 meter persegi sebagaimana dimaksud pada
Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 74 semula Atas nama Pemilik Pertama yaitu :
WAHAB ARDIANTO dan kemudian beralih nama ke Atas nama
JULIANTY, S.E., atas tanah yang terletak di Jl. Tanjung Barombang, Dusun V,
Desa Asahan Mati, Kecamatan Tanjungbalai - Kabupaten Asahan - Provinsi Sumatera
Utara.
Para kuasa hukum
TJIN-TJIN, Rakerhut Situmorang, S.H., M.H., dan M. Affandi, S.H., dari Kantor Hukum “Rakerhut Situmorang, S.H., M.H., & Rekan,” merilis kronologi lengkap
dan langkah hukum dalam kasus ini melalui sebuah press release pada hari Jum’at
(27/12/2024).
Menurut press release,
TJIN-TJIN dan Sutanto telah menyerahkan sejumlah uang sebesar Rp. 565.000.000,- (Lima ratus enam
puluh lima juta rupiah) kepada
So Huan dan Julianty, S.E., yang dipergunakan
untuk Panjar, Pembukaan Jalan, Penimbunan dan Pembuatan parit. Sedangkan harga dari tanah / lahan tersebut adalah Rp.
125.000.000,- (Seratus dua puluh lima juta rupiah) berdasarkan Akta
Notaris No. 110 tanggal 29 Juli 2019 diperbuat oleh SAPRI, S.H., selaku Pejabat
Notaris di Tanjungbalai. Namun,
sertifikat tanah tidak dibalik nama kepada SUTANTO atau TJIN-TJIN, melainkan WAHAB ARDIANTO kemudian
beralih nama ke Atas nama JULIANTY, S.E., yang diduga melanggar kesepakatan.
Kasus ini sebenarnya
telah dilaporkan ke Polda Sumut pada 11 Januari 2023 dengan nomor laporan
37/I/2023/SPKT/POLDA SUMUT. Namun, pada akhir Januari 2023, Kasubdit II Unit
Harda Polda Sumut memutuskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh So Huan dan
Julianty, S.E., tidak memenuhi unsur tindak pidana. Polisi menyarankan agar
Sutanto dan Tjin-Tjin menempuh jalur perdata. “Keputusan ini menuai kekecewaan dari pihak
Sutanto. Mereka merasa haknya telah diabaikan meski sudah melalui prosedur
hukum.”
Tegas Situmorang.
Tidak puas dengan hasil
penyelidikan kepolisian, Sutanto dan Tjin-Tjin mengajukan gugatan perdata di
Pengadilan Negeri Tanjungbalai. Gugatan ini terdaftar dengan nomor register
8/Pdt.G/2023/PN.Tjb. dan melibatkan enam pihak, yaitu:
1.
So Huan sebagai Tergugat
I
2.
Julianty, S.E., sebagai
Tergugat II
3.
Wahab Ardianto sebagai
Tergugat III
4.
Linda Law sebagai
Tergugat IV
5.
Kantor Kementerian
ATR/BPN Kabupaten Asahan sebagai Tergugat V
6.
Helmi, S.H., MKn, selaku Pejabat Notaris/PPAT di Asahan sebagai Turut
Tergugat
“Proses balik nama ini diduga tidak sesuai
prosedur dan merugikan klien kami secara materiil maupun moril. Gugatan ini diharapkan dapat
mengembalikan hak Sutanto dan Tjin-Tjin atas tanah tersebut.” Ucap Situmorang.
Kasus ini telah melewati
berbagai tingkat pengadilan, dimulai dari gugatan perdata di Pengadilan Negeri
Tanjungbalai. Pada 3 Juli 2023, PN Tanjungbalai menyatakan pembelian dan balik nama SHM
Nomor 74 atas nama Julianty tidak sah. Keputusan ini diperkuat oleh Pengadilan
Tinggi Medan pada September 2023, yang memerintahkan pengembalian SHM ke nama
TJIN-TJIN atau Sutanto.
Pihak SO HUAN dan
JULIANTY, S.E., yang Kalah dalam perkara
sengketa tanah, mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Medan. Pada 12
September 2023, pengadilan menguatkan sebagian besar putusan Pengadilan Negeri
Tanjungbalai, namun memperbaiki keputusan terkait proses
balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 74.
Karena
tidak puas, mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung yang pada 20 Maret 2024
menolak permohonan kasasi dan menghukum mereka membayar biaya perkara Rp
500.000,-.
Selama proses kasasi,
Kepala Kantor ATR/BPN Asahan memecah SHM No. 74 menjadi empat sertifikat. Klien
kami juga melaporkan permasalahan pembelian tanah ini ke kepolisian pada 11
Januari dan 26 Juni 2023. Pada 30 Agustus 2024, tanah tersebut disita
berdasarkan putusan pengadilan dan dilaksanakan eksekusi sesuai prosedur hukum
yang berlaku.
Sertifikat Hak Milik
(SHM) No. 74 yang telah dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum
dalam putusan pengadilan, namun telah dilakukan pemecahan menjadi empat
sertifikat baru, yaitu SHM No. 482, 483, 484, dan 485. Salah satu sertifikat
tersebut, SHM No. 482, diterbitkan dengan surat ukur pada 31 Januari 2024.
Tindak pemecahan ini
terjadi saat proses pemeriksaan kasasi yang diajukan oleh pihak SO HUAN dan
JULIANTY, S.E., sebagai pihak yang kalah, perbuatan pemecahan SHM tersebut dapat
dijerat dengan Pasal 263 dan 266 KUH Pidana, serta melanggar ketentuan
Undang-Undang Pertanahan.
Pihak yang terlibat
dalam pemecahan ini diduga melakukan tindak pidana bersama oknum Kementerian
ATR/BPN Kabupaten Asahan. Mereka diduga melakukan pemecahan dan peralihan hak
yang tidak sah atas tanah yang tengah berada dalam proses sengketa hukum.
“Diduga kuat terdapat praktik GRATIFIKASI dalam proses pemecahan SHM No. 74,
mengingat secara normatif, pemecahan atau peralihan tidak dapat dilakukan
terhadap tanah yang telah dinyatakan tidak sah. Hal ini menunjukkan adanya
kolaborasi yang tidak sesuai dengan aturan antara pihak-pihak yang terlibat
dalam penerbitan sertifikat tersebut.” Ujar Situmorang.
Di sisi lain, Sutanto
alias Ahai Sutanto ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sumatera Utara
berdasarkan Surat Keputusan No. SP. Status/349/XI/2024/Ditreskrimum, terkait
dugaan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (1) dan (2)
KUHP. Penetapan ini didasarkan pada laporan Julianty, S.E., meskipun laporan tersebut dibuat setelah
Julianty dan So Huan kalah di tingkat Pengadilan Negeri Tanjungbalai dan Pengadilan Tinggi Medan.
Penetapan tersangka ini
menuai kritik karena dianggap prematur dan tidak didasarkan pada proses
konfrontasi antara pihak-pihak yang terlibat, seperti Julianty, S.E., So Huan, oknum ATR/BPN Asahan, dan pejabat
notaris terkait.
Selain itu, Proses
pemecahan SHM No. 74, yang sebelumnya digugat dalam perkara kepemilikan tanah,
telah selesai dengan ditariknya berkas oleh SUTANTO dari Kantor ATR/BPN Asahan.
Hal ini diakui sebagai hak SUTANTO, yang uangnya digunakan untuk pembelian
tanah, bukan dari SO HUAN atau JULIANTY. Meskipun demikian, kasus ini tetap
berjalan dan pada 5 Desember 2024, Pengadilan Negeri Tanjungbalai telah melaksanakan eksekusi pengosongan
atas tanah terkait.
Perbuatan yang dilakukan
oleh SO HUAN dan JULIANTY, S.E., terkait pemecahan SHM No. 74 yang sudah
dinyatakan tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum telah merugikan banyak
pihak. SHM No. 74 yang semula adalah satu bidang tanah, dipecah menjadi empat
sertifikat yang menyebabkan kerugian bagi empat pihak terkait, yaitu:
- Sutanto Alias AHAI SUTANTO dan TJIN-TJIN (pelapor dalam dugaan pemalsuan),
- Mr. Zhang Xiaohu Alias Hu Ge, pemilik mesin-mesin yang saat ini berada di gudang
(objek eksekusi),
- Tjoe Tjang,
pembeli sebagian dari objek tanah tersebut,
- Agung Ganda Subrata, S.H.,
penerima penyerahan hak berdasarkan perjanjian.
“Dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh
Polda Sumut, meskipun hasil laboratorium forensik Polda Sumut menunjukkan bahwa
tanda tangan JULIANTY, S.E., adalah non identik, penyidik belum dapat
memastikan bahwa surat penarikan berkas yang berkaitan dengan pemecahan SHM No.
74 dibuat oleh SUTANTO. Hal ini menambah kompleksitas kasus yang sedang
berlangsung.”
Pungkas Situmorang.
(KABIRO ASAHAN)
Wah... Gratifikasi dimana mana, semoga masalah ini dapat diselesaikan secepatnya
BalasHapus