Nasib Karyawan PT ANJTBelum Jelas Akibat Akuisisi Perusahaan


Nasib Karyawan PT ANJT Belum Jelas Akibat Akuisisi Perusahaan

Tapanuli Selatan//indometro.id

Beredarnya isu dan pemberitaan dibeberapa media on-line terkait Penjualan Saham Perusahaan Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT) kepada PT Ciliandra Perkasa anak Perusahan PT. First Resource Limited (FR) dikutip dari media online *sawitku.id* Kamis (20/3/2025) menimbulkan kecemasan karyawan sehingga menuai kritikan dari berbagai kalangan Masyarakat.

Selasa(8/4/2025)

BUTUH BANTUAN HUKUM ?
Saat awak media mengkonfirmasi management perusahaan terkait peralihan nama dan saham perusahaan, Armol Siregar selaku General Manager PT ANJ Agri Siais mengatakan bahwa "adanya penyertaan kepemilikan saham PT FR ke ANJTbk. Namun ianya tidak menjelaskan secara rinci tentang apa saja yang ikut didalamnya. Dan kejelasan terkait status karyawan secara individual tidak ada tanggapannya.

Sejumlah Karyawan PT Anj Agri Siais yang tidak dapat kami sebutkan namanya menyampaikan keluhannya kepada awak media bahwasanya hingga saat ini belum ada kejelasan secara individual hak dari karyawan "kami belum menerima kejelasan status hak individual sebagai karyawan sehingga menimbulkan kecemasan dalam diri kami, jangan -jangam kami dibuat seolah tak berdaya sehingga akhirnya kami mengundurkan diri dari perusahaan, dan tidak lagi menerima pesangon". keluhnya

Kutipan dari diberbagai media online bahwa PT FR membeli saham ANJT sebesar 91,17% dengan nilai nominal sebesar Rp 5,41 Triliun. Dan kabarnya diawal bulan Mei 2025 terjadi transisi secara global serta pengumuman rapat umum pemegang saham (RUPS)

Ilham Sihombing selaku aktivis pecinta dan pemerhati buruh/karyawan mengatakan bahwa, dalam transaksi akuisisi, perusahaan harus mematuhi kerangka hukum yang kompleks guna memastikan perlindungan hak seluruh pemangku kepentingan, termasuk karyawan. Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU PT“) mengatur bahwa tindakan hukum seperti merger, konsolidasi, akuisisi, atau pemisahan wajib mempertimbangkan kepentingan perusahaan serta pihak-pihak terkait, termasuk karyawan. 

Selain itu, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU Ketenagakerjaan“) secara jelas mengatur hak karyawan dalam situasi akuisisi.

Ditambahkan lagi bahwa Perusahaan mempunyai Kewajiban dalam Pemberitahuan kepada Karyawan
Sesuai dengan Pasal 127 ayat (2) UU PT, Direksi perusahaan yang terlibat dalam merger, konsolidasi, akuisisi, atau pemisahan diwajibkan untuk:
Mengumumkan ringkasan rencana transaksi setidaknya dalam satu surat kabar; dan Memberitahukan karyawan secara tertulis paling lambat 30 hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS“) diselenggarakan. 
Periode pemberitahuan ini bukan sekadar formalitas, melainkan memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengajukan keberatan jika merasa hak atau keamanan pekerjaannya dapat terpengaruh secara negatif. Jika karyawan memilih untuk tidak melanjutkan bekerja akibat perubahan yang terjadi, perusahaan berkewajiban menindaklanjuti keberatan tersebut sesuai dengan ketentuan ketenagakerjaan yang berlaku, termasuk pemberian paket pesangon apabila diperlukan.

Jika terjadi PHK akibat merger atau akuisisi, baik karena karyawan menolak melanjutkan hubungan kerja di bawah manajemen baru atau karena manajemen baru tidak mempertahankan karyawan lama, perusahaan wajib memberikan pesangon kepada karyawan yang terdampak.Bagi karyawan tetap dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT“), skema pesangon bervariasi tergantung alasan PHK: 
Pesangon Standar: Untuk karyawan yang menolak melanjutkan hubungan kerja atau tidak diterima oleh manajemen baru setelah merger, konsolidasi, pemisahan, atau akuisisi, perusahaan wajib membayar pesangon sebesar satu kali ketentuan pesangon, uang penghargaan masa kerja, serta uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 41 dan Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 (“PP 35/2021“). 
Pesangon yang Dimodifikasi akibat Perubahan Syarat Kerja: Berdasarkan Pasal 42 ayat (2) PP 35/2021, jika akuisisi menyebabkan perubahan yang merugikan terhadap hak atau kewajiban karyawan dan mereka memilih untuk tidak melanjutkan hubungan kerja, perusahaan tetap dapat melakukan PHK. Dalam kasus ini, perusahaan wajib membayarkan setengah dari pesangon standar, serta satu kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam PP 35/2021. imbuhnya

Sementara itu, bagi karyawan dengan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), jika mereka memilih untuk tidak melanjutkan hubungan kerja atau tidak diterima oleh manajemen baru, perusahaan wajib membayarkan kompensasi secara pro-rata sesuai dengan Pasal 17 PP 35/2021. tegasnya 

Selain itu, perusahaan juga harus memperhatikan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa jika salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum jangka waktu yang disepakati berakhir, pihak yang mengakhiri hubungan kerja wajib memberikan kompensasi sebesar upah karyawan untuk sisa masa kerja, kecuali PHK terjadi berdasarkan ketentuan dalam Pasal 61 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. 

Ilham menjelaskan bahwa Perjanjian Kerja Bersama (“PKB”) Dalam kasus di mana kedua perusahaan yang menggabungkan diri memiliki PKB yang terpisah, sesuai dengan Pasal 131 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, entitas yang menerima penggabungan harus memprioritaskan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi karyawan. Artinya, jika terdapat perbedaan di antara kedua PKB tersebut, seperti perbedaan upah, tunjangan, atau kondisi kerja, maka PKB yang menawarkan ketentuan yang lebih menguntungkan bagi pekerja yang akan diutamakan. Prinsip di balik hal ini adalah untuk melindungi hak-hak karyawan dan untuk menghindari pengurangan tunjangan atau kondisi kerja sebagai akibat dari merger. Ketentuan ini membantu mencegah dampak buruk terhadap kesejahteraan karyawan, memastikan bahwa merger tidak mengakibatkan perlombaan ke bawah dalam hal kondisi kerja. 
Sebagai contoh, jika PKB salah satu perusahaan memberikan tunjangan pesangon yang lebih tinggi atau jam kerja yang lebih baik, ketentuan tersebut harus diadopsi oleh perusahaan yang bertahan, asalkan lebih menguntungkan bagi karyawan. Jika kedua perjanjian tersebut sama-sama menguntungkan, perusahaan yang bertahan dapat melanjutkan salah satunya atau menegosiasikan ulang PKB yang menggabungkan aspek-aspek terbaik dari kedua PKB tersebut. 

Penyelesaian Sengketa Ketenagakerjaan
Jika karyawan diberhentikan akibat merger, akuisisi, atau restrukturisasi perusahaan dan tidak menerima keputusan tersebut, mereka memiliki hak untuk menggugat keputusan tersebut. Sengketa PHK dalam konteks ini bukan hanya masalah administratif, melainkan juga isu hukum yang memerlukan penyelesaian melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Jelasnya

Hak Karyawan dalam akuisisi, Karyawan memiliki peran krusial dalam kesinambungan serta keberhasilan perusahaan pasca- akuisisi. Oleh karena itu, hak-hak mereka dilindungi oleh hukum Indonesia, termasuk:
Hak atas Informasi: Karyawan memiliki hak untuk menerima informasi yang tepat waktu dan akurat mengenai merger, akuisisi, atau tindakan korporasi lainnya yang mempengaruhi pekerjaan mereka, sesuai dengan Pasal 127 ayat (2) UU PT.  
Sebagai contoh, jika Perusahaan A melakukan merger dengan Perusahaan B, maka manajemen Perusahaan A harus menginformasikan kepada karyawannya melalui pemberitahuan tertulis yang merinci rencana merger, potensi dampaknya, dan perubahan yang mungkin terjadi pada syarat-syarat ketenagakerjaan paling lambat 30 hari sebelum RUPS.

Hak untuk Menolak Perubahan: Berdasarkan Pasal 41 dan 42 ayat (2), karyawan dapat menolak untuk melanjutkan pekerjaan di bawah manajemen baru atau persyaratan kerja yang direvisi, yang memicu hak pesangon karena pemutusan hubungan kerja. Ketentuan-ketentuan ini melindungi karyawan dari kondisi kerja yang tidak menguntungkan yang diberlakukan pasca-akuisi.
Sebagai contoh, jika seorang karyawan Perusahaan A akan dipindahkan ke Perusahaan B karena merger dan diminta untuk pindah ke kota lain atau menerima gaji yang lebih rendah, karyawan tersebut memiliki hak untuk menolak.
Hak atas Paket Pesangon: Pasal 41 dan 42 PP 35/2021 mengatur paket pesangon untuk karyawan yang diberhentikan karena M&A, untuk memastikan bahwa mereka menerima kompensasi yang adil. Ini termasuk kombinasi uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan hak kompensasi berdasarkan keadaan pemutusan hubungan kerja.  
Hak Karyawan dalam Merger & Akuisisi

Tindakan korporasi seperti merger dan akuisisi sering kali menyebabkan perubahan signifikan dalam perusahaan, yang dapat berdampak pada keamanan kerja dan kondisi kerja karyawan. Hukum Indonesia bertujuan untuk menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan hak karyawan, memastikan transparansi serta perlakuan yang adil. Dengan mematuhi ketentuan hukum ini, perusahaan dapat memastikan transisi yang lebih lancar serta menjaga kepercayaan karyawan dalam menghadapi perubahan bisnis yang besar. tutupnya (Chris Zebua)


Posting Komentar untuk "Nasib Karyawan PT ANJTBelum Jelas Akibat Akuisisi Perusahaan "